"Berhentilah bicara bahaya merokok. Lalu mulailah bicara budaya merokok." -Felix Tani
Ende, suatu hari di tahun 1990.
Pit dan aku bertamu ke rumah Bruder Tim di komplek gereja Katedral Ende. Dia tokoh pendidikan Katolik di Ende.
Bruder Tim, berdarah Belanda. Usainya 85 tahun waktu itu. Tapi gerak dan tampilannya seolah masih 70 tahun. Pikiran jernih, suara lantang, mata awas, kuping tajam. Badan tegak, jalan cepat.
"Berhentilah merokok itu. Biar bruder sehat. Panjang umur." Nasihat Pit pada Bruder Tim yang merokok tiada henti.
Pit, mantan pastor, insan anti-rokok tulen. Aku, karena satu mukjizat, tak merokok lagi waktu itu. [1]
"Aih. Kata orang merokok bisa bikin mati. Tapi saya, kalau stop merokok, serasa mati, sudah." Bruder Tim tergelak. Seraya menghembuskan asap rokoknya. Persis lokomotif diesel tua.
Pit dan aku ikut tergelak.
Ya, apa mau dikata. Usia normal manusia menurut Mazmur Daud 70 tahun. Kalau terberkati, bonus 10 tahun. Upahnya derita.
Bruder Tim sudah 85 tahun. Melampaui ukuran Mazmur Daud.