Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Dipecat dari KPK, Ditampung di Polri

Diperbarui: 30 September 2021   11:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejumlah pegawai nonaktif KPK bersama pegiat anti korupsi menunjukkan surat untuk presiden saat mengikuti aksi anti korupsi di Jakarta, Rabu (15/9/2021). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/hp.)

Kegaduhan pemecatan dengan hormat 56 pegawai KPK yang tak lulus TWK memasuki babak surut. Kapolri Jenderal Listyo Sigit berinisiatif menampung 56 pegawai itu di Kepolisian RI.   Mereka diharapkan bisa memperkuat Direktorat Tipikor Bareskrim Polri. [1]

Langkah itu diusulkan langsung oleh Kapolri kepada Presiden Jokowi.  Presiden pun sudah menyatakan persetujuan. Untuk itu Polri diminta  berkoordinasi dengan Kementerian PAN dan BKN.  Juga, tentu saja, dengan KPK.

Inisiatif Kapolri direspon positif oleh banyak pihak.  Komnas HAM, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), sejumlah anggota Komisi III DPR RI, dan bahkan KPK sendiri menilainya sebagai jalan tengah yang bijak.  

Para pegawai KPK yang dipecat itu juga menghargai langkah Kapolri. Walau mereka masih belum memutuskan menerima atau tidak. 

Giri Suprapdiono, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK non-aktif, misalnya menyambut baik inisiatif itu. Kendati, katanya,  masih jauh dari harapan mereka untuk tetap bisa berkarya di KPK. [2]

Namun tanpa menafikan nilai positifnya, ada dua pertanyaan mengganjal terkait rencana Kapolri itu. Pertama, apakah itu sikap resmi presiden dan, kedua, apakah itu pengistimewaan eks-pegawai KPK? Saya ingin mengulasnya secara ringkas saja.

Sikap Resmi Presiden?

Ada pandangan, antara lain dari Komnas HAM dan pengamat,  yang menilai langkah Kapolri itu mencerminkan sikap resmi Presiden Jokowi. Dikatakan, dengan diterimanya 56 pegawai KPK yang tak lulus TWK, Presiden hendak menyatakan pelaksanaan TWK KPK bermasalah.[3]

Benarkah demikian? Saya pikir pandangan itu tak tepat. Bukan sikap Presiden Jokowi membenturkan dua institusi di bawahnya. Sebagaimana Jokowi menghargai langkah KPK memecat 56 pegawai yang tak lulus TWK, begitu pula dia menghargai rencana Polri merekrut para pegawai itu.

Jokowi jelas meminta kepatuhan pada prosedur rekrutmen ASN. Polri harus koordinasi dengan Kementerian PAN dan BKN. Artinya perekrutan itu tidak bersifat otomatis. Begitu hari ini (30/9/2021) resmi dipecat dari KPK, tak berarti 56 pegawai eks-KPK itu otomatis jadi ASN di Polri.

Kementerian PAN dan BKN pasti akan minta Polri tetap menjalankan prosedur seleksi ASN. Sebab 56 pegawai KPK itu bukan ASN, bahkan sudah jadi pengangguran terhitung hari ini, Kamis30 September 2021.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline