Sudah empat hari terakhir ini Engkong Felix bingung. Tetiba ikan cupang biru piaraannya hilang dari rumah gentongnya. Tanpa bekas, jangan kata pesan. Sebuah misteri.
Dengan hilangnya Si Cupang Biru itu, habis sudah cupang piaraan Engkong. Dua ekor sebelumnya sudah resmi mati bunuh diri. Lompat tengah malam dari rumah kacanya. Paginya sudah kering di lantai berselimut semut. Tragis.
Semula Engkong mencurigai tikus sebagai pembunuh Si Cupang Biru. Mungkin saja mahluk moncong runcing itu masuk ke taman belakang lewat talang. Lalu terjun ke dalam gentong memangsa cupang.
Untuk membuktikannya, Engkong memasang perangkap. Malam pertama diberi umpan ikan asin. Gak dapat. Malam kedua ganti umpan pizza. Ini tikus Jakarta, coy. Gak ada juga. Malam ketiga, ganti umpan keju. Siapa tahu tikus bule. Eh, tetap gak ada.
Kesimpulan, tidak ada bukti kuat tikus sebagai pemangsa Si Cupang Biru. Sangkaan gugur. Penyidikan dihentikan.
Sampai tadi sore, Engkong menguras gentong. Agar tak menjadi sarang Aedes aegypti. Bahaya. Terciumlah bau air yang akrab di masa kecil di kampung. Air kolam yang meruapkan bau bangkai ikan mati. Itu khas banget.
Engkong kini punya kesimpulan. Si Cupang Biru terperangkap di bawah cangkang kerang. Gagal membebaskan diri. Lalu matilah dia di situ. Daging tubuh dan tulangnya yang renik, membusuk lalu larut dalam air.
Begitulah cara Si Cupang Biru moksa dari gentong kesayangannya. Cangkang kerang hiasan telah menjadi wahana moksa baginya. Positif, misteri terpecahkan, case closed.
Engkong hanya menggumam, "In memoriam Si Cupang Biru." Tanpa duka, apalagi airmata. Cukup merogoh saku celana. Eh, ada duit Rp 25,000. Bisa beli seekor cupang baru.(eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H