"Poltak, lusa kau ikut amanguda ke Kisaran, ya. Pakansi di sana."
Poltak terlonjak riang menyambut ajakan Parandum, amangudanya. Tawaran di atas mimpi.
"Kisaran!" soraknya dalam hati. Hari-hari pakansi sekolah akan menjadi indah baginya. Dia menjadi anak pertama dari SD Hutabolon yang melawat ke sana.
Ibukota Kabupaten Asahan itu terletak di "Sumetera Timur", belahan timur Sumatera Utara. Berdekatan dengan Tanjungbalai, tempat Sungai Asahan bermuara, setelah mengalir sejauh 150 kilometer dari ujung selatan Danau Toba.
"Di tempat matahari terbit," jawab Parandum saat Poltak menanyakan letak kota Kisaran. "Kalau kau seekor burung, terbang saja lurus ke timur melewati Dolok Simanukmanuk sana. Kau akan tiba di Kisaran." Parandum memberi gambaran.
Setelah lulus sarjana muda dari IKIP Siantar, dan menikah dengan Dumariris, teman kuliahnya, Parandum dan isterinya itu tinggal di Kisaran. Untuk sementara, dia dan istrinya menumpang di rumah mertuanya, seorang pegawai perusahaan perkebunan PT Uniroyal.
Tinggal di Kisaran itu untuk sementara. Parandum dan Dumariris sedang menunggu penempatan sebagai guru SMA Negeri. Sambil menunggu, mereka menjadi guru honorer dulu di sebuah SMA Negeri di Kisaran.
Dua hari yang lalu, Parandum pulang ke Panatapan. Sendirian. "Kisaran sedang paceklik," katanya. Dia pulang untuk minta beras kepada ibunya, nenek Poltak.
Lusa datang tak lama. Hanya selang sehari. Walau penantiannya serasa seminggu. Bawaan ke Kisaran sudah siap. Sekarung beras dan empat buah nenas besar ranum.
Poltak dan amangudanya menumpang bus "Permos". Itu satu-satunya bus yang melayani rute Toba-Asahan. Dari Tarutung, lewat Siantar, ke Kisaran sampai Tanjungbalai dan Aek Kanopan, dan sebaliknya. Jarak dari Panatapan ke Kisaran kurang-lebih 155 kilometer. Waktu tempuhnya kurang lebih 5 jam, termasuk 30 menit berhenti makan siang di Siantar.