Harusnya, BUMN PT Kimia Farma mememulai pelaksanaan vaksin Covid-19 berbayar pada hari ini, Senin 12 Juli 2021. Tapi ditunda dengan alasan animo masyarakat sangat besar, pertanyaan peminat banyak, sehingga perlu perpanjangan masa sosialisasi.
Itu alasan yang dikemukakan Sekretaris Perusahaan PT Kimia Farma. Tidak harus dipercaya. Sebab BUMN setua dan sebesar Kimia Farma mestinya sudah paham banget seluk-beluk dan proses komersialisasi vaksin. Jadi alasan perpanjangan masa sosialisasi jelas bukan jawaban profesional.
Yang jelas, sejak rencana Kimia Farma melakukan kegiatan bisnis vaksin berbayar diumumkan, pro-kontra langsung menyeruak ke ruang publik. Alasan yang dikemukan pihak Kimia Farma dan Stafsus Menkeu adalah untuk percepatan pencapaian target vaksinasi.
Sementara pihak yang kontra mengatakan vaksin berbayar itu pengingkaran terhadap janji vaksin gratis yang pernah diujarkan Presiden Jokowi. Selain itu, vaksin berbayar dinilai diskriminatif, karena mendahulukan warga yang punya uang. Harusnya semua warga negara mendapat hak yang sama untuk hidup sehat dan mendapat layanan kesehatan.
Juga ada tuduhan pemerintah berbisnis, cari uang dari rakyat yang sedang susah. Katanya, pemerintah mungkin sudah gak punya uang untuk beli vaksin. Mudah-mudahan orang-orang kontra ini bukan mereka yang gak percaya Covid-19 itu ada.
Mari kita urai satu per satu isu yang menjadi pro-kontra itu. Agar menjadi lebih jelas duduk persoalannya.
Pertama, benarkah Presiden Jokowi ingkar janji soal vaksin gratis untuk semua warga masyarakat? Indikasinya mudah saja: apakah program vaksinasi gratis kini dihentikan pemerintah? Faktanya, tidak. Berarti Presiden Jokowi tidak ingkar janji, bukan? Setiap warga Indonesia tetap mendapat layanan vaksin gratis. Sepenuhnya atas biaya pemerintah.
Kedua, benarkah vaksin berbayar diskriminatif? Hanya memberi layanan bagi warga kaya yang punya uang? Tidak juga. Itu hanya soal pilihan. Mau gratis, silahkan. Mau berbayar, silahkan. Jika ada orang lebih suka mendapat vaksin berbayar, lalu ada perusahaan yang menyediakan layanan seperti itu, apakah itu diskriminatif? Tidak, itu sepenuhnya hukum ekonomi.
Ketiga, benarkah pemerintah cari uang dari masyarakat yang sedang susah? Pertanyaannya, siapa yang berminat mendapatkan vaksin berbayar? Tentu saja warga berduit yang tak mau mendapat vaksin gratis dengan berbagai alasan rasional dan irrasional.
Mungkin karena mereka ingin meringankan beban pemerintah, atau karena takut tertular Covid-19 sebab antri terlalu panjang dan lama. Mungkin juga karena menilai lebih cocok dengan jenis vaksin berbayar dengan merek tertentu atas pertimbangan riwayat kesehatan.
Orang-orang seperti itu sudah ada yang pergi wisata vaksin antara lain ke Amerika. Dari pada buang devisa ke negeri orang, kan lebih baik vaksin yang mereka butuhkan disediakan secara komersil di sini.