Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

"Mangepet," Jomlo Batak Mencari "Hamlet"

Diperbarui: 3 Mei 2021   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari kompas.com/DOK.STAYCO Media

Jomlo Batak mangepet mencari hamlet? Jangan berpikir yang "bukan-bukan" dulu. Ini takada hubungannya dengan babi ngepet dari Depok. Juga tak ada hubunganya dengan Hamlet karangan William Shakespeare. Ini murni soal jomlo Batak mencari cinta, eh, pacar.

Mangepet dan hamlet itu dua kosakata Batak Toba. Mangepet [ma(ng).e.pet], kata dasar epet [e.pet] artinya melakukan pendekatan cinta kepada lawan jenis. Jomlo perjaka kepada jomlo perawan, atau sebaliknya.  Orangnya disebut pangepet.

Sebaliknya? Ya, begitu. Orang Batak punya pepatah, Pangaririt pe baoa, pangariritan do borua. Lelaki (baoa) agresif cari pasangan hidup (kk. mangaririt; kb. pangaririt), tapi perempuan lebih agresif lagi. Cuma, ya, cuma caranya lebih halus, nyaris tak terdeteksi.

Hamlet [ham.let], lazim dilafalkan hallet, artinya pacar, kekasih. Marhamlet, atau marhallet, berarti pacaran, memadu cinta.  Manghamleti, memacari. Marhalleti, pacaran melulu, seolah takada urusan lain di portibi, bumi pertiwi ini.

Jadi, mangepet itu berarti jomlo Batak memepet lawan jenis untuk menjadi hamlet atau pacar. Ingat, harus jomlo. Kalau takjomlo, istilahnya bukan mangepet, tapi mangalangkup, selingkuh.

Aksi jomlo Batak mencari cinta dengan demikian diawali dengan mangepet. Jika sukses, maka lanjut ke tahap marhamlet. Bila jodoh, diteruskan ke tahap mangoli (lelaki menikahi perempuan) atau muli (perempuan menikahi lelaki). Pasangan suami-istri itu disebut marhasolhotan, terbuhul oleh pernikahan.

Dalam prakteknya, aksi mangepet dilancarkan lewat kegiatan martandang. Martandang, perjaka mengunjungi perawan di rumahnya di malam hari. Mengapa malam hari? Ya, karena siang hari orang Batak bekerja di sawah atau ladang. Kan manusia, bukan kelelawar.

Jomlo Batak mencari cinta itu, dulu, ya, dulu, sungguh tak mudah. Proses mangepet, marhamlet (ada martandang), sampai marhasolhotan (mangoli, muli) itu adalah perjuangan dan doa. Kadang ada darah, kalau sial tertikam saingan yang fasih bahasa belati. Tapi sekurangnya mesti rela masuk angin tersebab pulang martandang dini hari.

Tapi, ada kalanya segala upaya mangepet telah maksimal, tapi hamlet tak teraih jua. Jika iman tak teguh, maka dorma sidunde, pelet pekasih buatan dukun sakti komersil, akan dimainkan. Seberat apapun syaratnya. Termasuk jika syaratnya pantang menyentuh tubuh pujaan hati saat sudah sukses terpelet dan menikah.  (Lah, kalau begitu,  untuk apa main pelet sakti segala, ya.)

Jomlo Batak milenial kini mungkin menertawakan jomlo Batak tempo dulu. "Buahahaah. Repot kalilah itu, Bang. Kan, cukup mainkan jari di henpon. Langsung dapatlah gebetan."  

"Bah!  Dasar jomlo milenial pemiara goblok. Dulu, kan belum ada henpon, Blo?" sembur Poltak, veteran pangepet. (efte)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline