Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

[Poltak #049] Pisau Cacar dan Suntik Kotipa

Diperbarui: 29 April 2021   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kolase oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa; pinterest.com)

Hujan air mata membahasi teritisan gereja HKBP Hutabolon.  Tujuh orang murid kelas satu dan tiga orang murid kelas dua meraung berurai air mata. Bukan karena sedih, tapi karena takut.  Takut disuntik mantri kesehatan.

Hari itu, pagi, murid-murid SD Hutabolon mendapat jadwal vaksinasi cacar dan kotipa sekaligus.  Dua orang mantri kesehatan datang dari Parapat, ibukota kecamatan,  untuk menyuntiki anak-anak. 

"Anak-anak harus disuntik cacar dan kotipa."  Guru Barita memberi arahan. "Kalau tak disuntik cacar, nanti bisa kena pokken.  Bahaya.  Muka kalian nanti bisa bopeng macam jalan berlubang-lubang."  Anak-anak diam menyimak.  Mereka baru tahu, muka bopeng itu ternyata akibat pokken, cacar air.

"Harus suntik kotipa juga.  Agar tak kena sakit muntah-muntah dan berak-berak.  Bisa mati kalian nanti."  Guru Barita melanjutkan arahannya, tanpa basa-basi.  Pesannya menakutkan, tapi benar.

Memang orang Batak itu rentan tertular kotipa, kolera-tipus-paratipus.  Semisal makan di pesta adat, mereka makan berombongan dari selembar daun pisang atau tampi.  Minum bergantian dari satu garung-garung, alat minum yang terbuat dari potongan ruas bambu lemang. Kalau seorang dari mereka sakit kolera misalnya, maka yang lain bisa ketularan saat makan itu.

Raung tangisan murid-murid langsung bersahutan  saat kedua orang mantri menyiapkan peralatan.  Seorang menyiapkan alat semacam mata pena tajam.  Seorang lagi menyiapkan jarum suntik.  Dua benda tajam itu sangat menakutkan bagi sebagian anak murid.

Ternyata Jonder dan Polmer termasuk di antara kelompok anak yang menangis.  Terbukalah rahasia.  Jonder Si Biang kelahi dan Polmer Si Samson Hutabolon ternyata takut pada benda-benda kecil tajam dan runcing.

"Poltak!  Kau dulu jadi contoh!  Maju sini!"  Guru Barita berteriak.  "Kenapa pula aku?" tanya Poltak dalam hati.  

Poltak maju mendekati Pak Mantri.  Pada jarum suntik, dia tak takut.  Karena sudah beberapa kali  disuntik mantri kesehatan di Tigaraja, saat terkena demam.  Benda tajam mirip pena itu yang bikin hatinya kembut.  "Jangan-jangan aku mau ditikam," pikirnya cemas.

Cres cres.  Ternyata alat mirip pena itu cuma digoreskan dua kali, membentuk tanda "sama dengan" tegak, pada pangkal lengan kirinya. Itulah vaksinasi cacar.  Setelah itu disusul suntikan kotipa di tempat yang sama. Beres.

Terlihat enteng.  Tapi bagi sejumlah anak, sayatan kembar dan tusukan di pangkal lengan itu terlihat mengerikan. Itulah yang membuat mereka menangis ketakutan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline