Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Dungu Itu Keren

Diperbarui: 26 April 2021   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari rmoljatim.id/net

Kalau sadar, lalu mengoreksi diri, dungu itu keren.  Keren karena dia menjadi titik tolak untuk perubahan menuju perbaikan diri.  Tidak ada yang lebih keren dari orang sadar dungu demi perbaikan.

Sebaliknya, orang merasa diri paling cerdas, dan karena itu gemar mengatai orang lain, misalnya presiden, dungu, sejatinya adalah orang dungu kronis. Orang semacam itu, kata Budiman Sudjatmiko pada satu debat di televisi, percaya bisa memakan kepalanya sendiri, hanya karena dia berpikir bisa melakukan itu. 

Ada satu kisah anekdotal Nasrudin Hoja yang menggambarkan soal dungu itu dengan cerdas.  Suatu hari raja hendak pelesiran.  Tapi bingung apakah akan mengenakan pakaian hujan atau pakaian terik. Nasrudin diperintahkan untuk melihat cuaca di luar istana, apakah hujan atau terik.  

Nasrudin malas pergi ke luar karena istana sangatlah luas.  Tiba-tiba dari arah depan masuk seekor kucing basah kuyup.  "Aha!" pikir Nasrudin. "Di luar sedang hujan!" Dia melapor kepada raja.  Maka raja keluar mengenakan pakaian hujan lengkap. 

Selang beberapa saat kemudian, raja masuk kembali dalam kemarahan dan langsung memecat Nasrudin sebagai pegawai kerajaan. Ternyata cuaca di luar istana panas terik.

Logika Nasrudin, "Hujan membasahi kucing; Seekor kucing basah; Maka hujan." Setelah dipecat, Nasrudin menyadari kedunguannya.  Kucing tidak suka main hujan-hujanan seperti dirinya waktu kecil. Kemungkinan paling masuk akal, kucing basah kuyup karena disiram koki istana.

Begitulah.  Nasrudin sadar dungunya. Itu keren banget. Dia kemudian menjadi tahu bahwa kucing basah kuyup belum tentu akibat kehujanan. Kelak dia memang masih melakukan kedunguan lain, tapi jelas bukan soal kaitan kucing basah dan hujan. 

Sebenarnya, kalau mau ngotot dungu, merasa benar sendiri, Nasrudin bisa saja membangun logika kilah. "Hujan membasahi kucing; Seekor kucing kini basah; Maka tadi hujan." Salah raja menggunakan pakaian hujan ke luar istana. Kan, hujannya tadi, bukan kini.

Tapi Nasrudin bukanlah tipe manusia pelestari kedunguan.  Walau dalam dirinya dia punya banyak stok kedunguan, untuk pembelajaran bagi orang-orang sok cerdas.

Memangnya, ada tipe orang pelestari dungu?  Ada, kawan.  Semisal  seorang youtuber apologetik  yang jeli melihat selumbar di mata orang Indonesia dari Eropa sana, tapi gagal melihat kudanil berkubang di pelupuk matanya sendiri.  

Atau orang ini:  seorang politisi berkumis yang tega menyetarakan hilangnya KRI Nanggala 402 dan hilangnya politisi Harun Masiku.  Padahal hilangnya Harun Masiku itu setara dengan hilangnya panci-panci dari rumah dinas Menpora beberapa tahun lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline