Sepertinya banyak orang di Kompasiana yang tahu Poltak Junior (Jr) gagal SNMPTN tahun ini. Terbukti, banyak artikel yang berusaha menghibur hatinya.
"Sudah. PTN bukan segalanya. PTS banyak yang bagus. Kalau cari kerja nanti, tak ada bedanya lulusan PTN dan PTS. Kualitasmu, portofoliomu, itu yang membedakan." Kurang lebih itulah intisari dari sekarung artikel penghiburan itu.
"Aku sudah tahu itu! Tak perlu segala penghiburan itu! Pergi sana ke dapur dengan segala kata-katamu!" Poltak Jr meradang, mengamuk. Untung tak menerjang.
"Lagian, siapa pula yang mau cari kerja. Mauku jadi pengusaha empat titik kosong, tauk!"
"Aku mendaftar. Aku gagal. Aku sedih. Itu saja. Masa sih aku gak boleh sedih?" Benar juga Poltak Jr. Sedih itu perlu untuk kesempurnaan emosi.
Jadi biarkanlah Poltak Jr sedih. Tak usah dihibur atau dinasihati. Dia sudah tahu apa yang akan dilakukaannya. Masih ada SBMPTN, Seleksi Mandiri, dan Kelas Internasional. Nanti dia akan coba semua. Kalau masih gagal juga, dia sudah tahu PTS pilihannya. Sekarang ini waktunya sedih. Gitu aja kok rame.
Poltak Jr juga sudah tahu, kalau kelak melamar kerja setelah lulus, pemberi kerja tak akan tanya apakah dia lulusan PTN atau PTS. Dia tahu itu dari pengalaman bapaknya, Poltak Senior (Sr).
Dulu, setelah wisuda kelulusan, Poltak Sr ditanya dosen pembimbingnya, "Kamu sudah dapat kerja?" "Belum, Pak," jawabnya. "Oke, mulai besok kamu kerja di lembaga riset yang saya pimpin." Nah, benar, kan? Dosen pembimbing tak bertanya apakah Poltak Sr lulusan PTN atau PTS?
Tentang sisik-melik PT, siasat masuk PT, dan lain sebagainya itu, generasi milenial seperti Poltak Jr sudah lebih tahu dibanding Generasi Pra-Milenial. Jadi tak perlu diajari. Kecuali memang hobi mengajari ikan bernafas dengan insang.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H