Ada Konspirasi Diari di Kompasiana. Target antara: Giring Felix Tani sampai terperangkap dalam ruang Diary Kompasiana! Target akhir: Bunuh karakter Felix Tani, dari kenthir menjadi cengeng!
Cengeng? Menurutku begitu. Apa namanya kalau para perempuan dan lelaki pra-milenial menyapa "Di," "Dia," Ary," atau "Di Ary," dengan nada kenes, melankolik, genit, ceria, dan lainnya. Lalu disambung, "Kamu tahu gak, ...," atau yang senada itu. Itu cengeng! Bilang lagi, tidak!
Komandan konspirasi itu jelas, ya, siapa lagi kalau bukan, Daeng Khrisna Pabichara. Dia baru saja menganggit dan mengagihkan artikel provokatif: penulis itu harus seperti pemburu, menggiring dan memerangkap. Itu kode keras: giring dan perangkap Felix Tani di ruang Diary. Tak terbantahkan.
Anak buah Daeng Khrisna, sebagian besar sudah dilatih menulis genre pemburu, langsung beraksi menggiring Felix Tani. Dimulai dari murid-ponakan S. Aji yang membombardir akunku dengan Diary-Diary melankolis. Ya, dia tahu saya pengikutnya di Kompasiana.
Disusul kemudian oleh tokoh tak terduga, Bli Ketut Suweca, yang ternyata bisa mendayu-dayu juga. Dia baru saja menulis Diary pertama di Kompasiana. Tujuannya jelas: mengompori dan menggiring Felix Tani agar masuk perangkap Diary. Itu dinyatakan dalam komentar artikel.
Anggota Konspirasi Diari lainnya adalah Bu Ari, Mas Ted, Mas Ozy, dan, eh, siapa lagi, ya. Pokoknya banyaklah anggota komplotan itu. Semua kompak mengepung, pukul panci dan belanga, lempar belacan, riuh menggiring Felix Tani ke perangkap Diary. Parno? Emang! Itu baik untuk pengalaman emosional, bukan?
Apakah Felix Tani akan terperangkap di ruang Diary? Amit-amit, deh! No way-lah. Mereka salah. Felix Tani itu sekali kenthir tetap kenthir. Kenthir itu anti-diari, anti-cengeng. Cengeng, cengeng aja sendiri sana. Nanti pasti saya baca, kepo.
Ada yang memanas-manasi, "Ah, Felix Tani gak bisa nulis Diari." Hei, gak mempan. Sekadar pamer, nih, ya. Di lemari bukuku, bertumpuk arsip "Catatan Harian Riset." Salah satunya "Catatan Harian Risey di Ende Flores", ratusan halaman. Sepertinya, satu saat nanti, saya akan agihkan Catatan Harian itu di Kompasiana.
Aih, Daeng Khrisna pasti sedang tersenyum penuh rasa menang. "Catatan Harian itu serupa Diary, Engkong Felix. Masuk perangkap kau, sudah!" soraknya puas luas.
"Ah, masa, sih?" Felix Tani garuk-garuk dengkulnya kebingungan. Heran dia, sejak kapan otaknya pindah ke situ. (*)