"Apa kataku! Kau tak pakai lagi sepatu Spartakusmu, kan?"
Binsar bersorak sembari menunjuk kaki Poltak yang telanjang tanpa alas. Kembali ke asal, kaki ayam alias nyeker.
"Kemarin kau keras kepala. Tak mau sepatumu ditukar es ganefo. Kau makanlah itu Spartakusmu." Bistok menimpali.
"Tak usahlah kalian ungkit-ungkit lagi itu."
Poltak kesal campur sesal. Teringat dia pembicaraan dengan neneknya kemarin.
"Kenapa pula kau tenteng sepatumu, Amang."
"Luka kakiku dibikinnya, Ompung. Aku tak mau lagi pakai sepatu."
"O, begitu. Ya, sudah. Taruh saja di dapur. Kapan-kapan bisa ditukar es ganefo."
"Bah! Tahu begitu, kemarin kutukar saja Spartakus ini dengan es ganefo."
Poltak menyesal campur kesal. Kesal karena keliru menduga reaksi neneknya. Kemarin, dia pikir neneknya pasti akan marah besar kalau dia nekad menukar Spartakusnya dengan es ganefo.
Rasa kesalnya masih terbawa hingga saat berdoa dalam barisan di sekolah.
"Metmet ahu on, bahen ias rohangkon. Sasada Ho Yesus, donganhu tongtong. Amen"