"Demi buruh," seru serak amuk perusuh, "mari kita rusak kota ini."
Maka halte-halte hancur berkobar, mobil-mobil polisi remuk, pos-pos polisi rata tanah, rambu-rambu lalu lintas rubuh, taman-taman kota luluh-lantak.
"Demi demokrasi," seru santun emong gubernur, "hak warga bersuara dilindungi konstitusi."
Maka perusuh perusak halte, mobil polisi, pos polisi, rambu lalu-lintas dan taman kota, bebas lepas merdeka demi konstitusi.
Inilah sebuah kota yang janggal. Tempat gerombolan perusuh, perisak dan perusak dijamu sebagai pahlawan demokrasi.
"Demi buruh," seru serak amuk perusuh, "mari kita rusak kota ini."
"Demi demokrasi, "seru santun emong gubernur, "kerusakan kota ditanggung pemerintah kota."
Kota ini tersebutlah ibukota. Tempat perusuhan, perisakan dan perusakan adalah bahasa demokrasi. Karena itu dilindungi konstitusi.
Hanya di kota ini, kerusakan demi buruh oleh para perusuh dibiayai pemerintah kota. Dari pajak yang dipungut dari para buruh.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H