Tidak ada anak gembala kerbau di Panatapan yang pulang dari padang penggembalaan dengan perut kosong.
Ekosistem padang penggembalaan adalah pabrik makanan alami. Ada sumber protein hewani: jangkrik, belalang, capung, telur burung, aneka burung liar dan aneka ikan sungai dan rawa. Juga sumber protein nabati berupa aneka jenis kacang-kacangan liar.
Tak kurang pula sumber vitamin dan gula berupa buah-buahan liar. Ada buah keramunting, aneka ara liar, mangga liar, beringin, benalu, senduduk, inggir-inggir (berri liar), ciplukan, lautu (terong siam) dan pirdot.
Semua itu tersedia gratis bagi anak gembala. Tak terkecuali bagi Poltak, Binsar dan Bistok. Tinggal menerapkan keahlian tradisional sebagai pemburu dan peramu.
Oh, ya, satu lagi, sumber karbohidrat, singkong dan ubi jalar. Ini boleh diambil tanpa ijin di kebun warga Panatapan. Anak gembala punya semacam kekebalan hukum untuk itu. Boleh ambil untuk kebutuhan sekali makan sendiri.
"Ayo!" Poltak dan Bistok serentak menyambut ajakan Binsar berburu puyuh liar. Ini salah satu praktek keahlian tradisional untuk memperoleh sumber protein hewani di alam bebas.
Target perburuan adalah jenis puyuh lokal. Orang Panatapan menyebutnya lote tur, puyuh tur. Dinamai begitu karena menghasilkan bunyi "tur" saat terbang.
Jenis puyuh liar ini meletakkan sarangnya di atas tanah. Lazimnya di antara rumpun rerumputan yang tak terlalu dalam.
Jika dikagetkan, misalnya oleh langkah kerbau, maka puyuh ini spontan terbang kabur. Terbangnya lurus pada ketinggian konstan, satu sampai satu setengah meter di atas tanah, sejauh 50-100 meter. Puyuh tak bisa berbelok di udara karena tak punya ekor untuk kendali arah.
Holbung, padang penggembalaan itu, terkenal sebagai perkampungan puyuh liar. Walau tak pernah disensus, warga Panatapan tahu populasi puyuh paling tinggi di Holbung, di banding padang rumput lainnya.
"Ayo, atur posisi!" Binsar memberi perintah.