[01]
Mengapa seorang profesor elektronika bisa meninggal tersengat listrik? Tentu saja karena sengatan listrik bisa membunuh.
Adakah pertanyaan yang lebih dungu dari itu? Tidak ada. Itu sudah batas terbawah dungu!
Tapi ada satu tindakan yang lebih dungu dan bisa membunuh tidak saja seorang profesor. Itu terbaca pada sebait puisi yang diselipkan P.B. Medawar, Peraih Hadiah Nobel Kedokteran dan Fisiologi tahun 1960, dalam buku filsafatnya, Nasihat untuk Ilmuwan Muda (Jakarta: YOI, 1990):
“Lord Norwich mencoba memperbaiki lampu listrik. Ia tersengat sampai mati—dan itu ganjaran yang tepat! Adalah kewajiban seorang hartawan, untuk menyediakan pekerjaan bagi para tukang.”
Tentu saja itu sebuah tamsil. Medawar hendak mengatakan bahwa pada saat seseorang nekad melakukan sesuatu yang bukan bidang keahliannya, pada saat itu juga dia mati bunuh diri.
Hal itu berlaku pula untuk semua orang, termasuk para profesor, yang melakukan sesuatu yang bukan bidang keahlian atau kompetensinya. Itu adalah cara dungu untuk “mati” secara tidak terhormat.
[02]
Baru-baru ini viral pedebatan antara Rocky Gerung (RG), ahli filsafat (katanya) dan Henry Subiakto (HS), profesor bidang komunikasi politik (sepertinya) yang menjadi Staf Ahli Menkominfo, yang disiarkan oleh TV One.
Debat itu sejatinya terjadi antara seorang ahli filsafat, khususnya mashab rasionalisme, bernama RG dan seorang guru besar, profesor, bidang komunikasi politik bernama HS yang sedang “bunuh diri”.
Saya katakan “bunuh diri” karena dua hal ini.