Mengapa Anies Baswedan bisa menekuk Basuki Tjahaja Purnama (BTP) pada Pilgub DKI Jakarta tahun 2017?
Karena Anies memiliki rasa humor yang jauh lebih tinggi dibanding BTP. Itu penjelasan yang paling valid.
Sewaktu kampanye, Anies itu mampu menyampaikan program-program kerja yang humoris. Sebaliknya BTP menyampaikan program-program kerja yang hororis.
BTP misalnya menawarkan program reklamasi pantai utara Jakarta. Program ini mempersempit perairan. Karena itu ditolak keras oleh masyarakat nelayan pantai utara Jakarta.
Sebaliknya Anies datang dengan program penghentian reklamasi pantai utara Jakarta. Dia datang dengan program perluasan daratan. Solutif banget, bukan?
Perhatikan bedanya. Reklamasi itu menimbun laut sehingga menyatu dengan bibir pantai. Sedangkan perluasan daratan itu menimbun bibir pantai sehingga semakin menjorok ke laut. Contohnya, perluasan kawasan Pantai Ancol sekarang ini. Cukup jelas, ya?
Contoh lain, untuk mengatasi banjir, BTP menawarkan program normalisasi sungai dengan implikasi penggusuran pemukiman warga dari bantaran kali. Terang saja warga bantaran kali menolak untuk digusur.
Sebaliknya Anies menawarkan progran naturalisasi sungai dengan implikasi penggeseran pemukiman warga di bantaran kali. Konsepnya membangun tanpa menggusur. Nah, ini yang dimaui warga bantaran sungai.
Tahu bedanya? Menggusur pemukiman dari bantaran kali berarti melenyapkannya dari jalur itu. Sedangkan menggeser pemukiman di bantaran hanya mendorong pemukiman ke arah luar bantaran, tapi masih tetap di situ. Ide brilian, bukan?
Ketika kemudian para pengeritik menagih janji naturalisasi sungai, Anies bilang bendungan retensi di hulu harus selesai dan dioperasikan dulu. Maksudnya, dengan adanya bendungan itu Jakarta akan bebas banjir. Bebas banjir adalah syarat utama naturalisasi sungai. Cerdas sekali.
Ingat tagline Anies-Sandi waktu kampanye Pilgub Jakarta 2017? Ini dia: Maju Kotanya Bahagia Warganya. Anies benar-benar serius membahagiakan warga Jakarta.