Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Etika Kenthirisme di Kompasiana

Diperbarui: 20 Agustus 2020   05:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi dari metube.id

Menjadi seorang  Kenthirian, penganut mashab Kenthirisme, itu sungguh berat tanggungjawab sosialnya.  

Betul seorang Kenthirian adalah penyimpang sosial. Tapi tidak berarti dia boleh menyimpang seenak udelnya.  

Ada etika yang memagari. Penyimpangan itu harus dilakukan demi kemaslahatan bumi dan manusia.

Itu artinya seorang Kenthirian tabu mengujarkan dan atau melakukan hal-hal yang menyakiti bumi dan sesama.

Apa itu "menyakiti bumi dan sesama"? Saya tak perlu jawab.   Silakan cari pengertiannya dalam Kitab Suci masing-masing.

Jadi, bila ada seseorang berperilaku menyakiti, dengan dalih kenthir, maka dia adalah penjahat berkedok penjahit. Ngomongnya bikin rapih, kelakuannya bikin ripuh.

Menjamin kemaslahatan bumi dan manusia itu tak menunjuk pada sesuatu yang harus besar. Tidak. Bisa saja, dan kebanyakan, hal-hal kecil.

Misalnya memicu tawa  orang lain lewat artikel humor. Itu hal kecil. Tapi sifatnya memaslahatkan, bukan? 

Mengritik pemerintah, sambil menyebut Kitab Suci adalah fiksi, itu juga hal remeh. Tapi itu memaslahatkan karena menawarkan cara pikir yang menghibur.

Bagaimana kalau meletakkan peti mati berlabel "korban Covid-19" di pinggir jalanan Jakarta? Apakah itu tergolong aksi pemaslahatan warga?  

Tidak, kawan.  Itu tergolong pemuslihatan. Mengesankan kerja keras mengatasi Covid-19, padahal cuma kerja cemas. Ngakunya terapi kejut pada hal hatinya kecut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline