Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Dua "Garis Hijau" untuk "Jaga Jarak"

Diperbarui: 7 Agustus 2020   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi

Apa sih sukarnya jaga jarak di masa pandemi ini? Tinggal bersin saja di ruang khalayak, maka orang-orang di kitaran pasti langsung jaga jarak. Bersin itu nikmat dan gratis.  Abote opo, jal.

Tapi orang kita itu memang jenaka.  Dilarang malah ngoyo, dilepas malah loyo. Jadi teringat susahnya mengeluarkan seekor babi dari kerangkeng: ditarik ekornya malah nyeruduk, didorong pantatnya malah mundur.  Abdi kudu kumaha, cobian.

Padahal orang Indonesia itu terkenal kreatif menciptakan titik tarik dan titik tolak. Misalnya, dulu semasa sekolah SMA di Tanah Batak, Poltak setiap pagi naik oplet khusus pelajar ke sekolah.  Kernetnya cerdas.  Para pelajar putri disuruhnya duduk pada posisi paling dalam.  Dengan begitu, para pelajar putra otomatis akan nyosor ke dalam tanpa disuruh, sehingga muatan oplet bisa berlebih. 

Kalau posisi duduk itu dibalik, pelajar putera paling dalam, maka pelajar putri cenderung bikin jarak dengan cara menarik diri ke belakang, atau meletakkan tas di sisinya, sehingga muatan oplet tak bisa dipaksa berlebih.

Tapi peristiwa jaga jarak yang paling spektakuler sepanjang hidup Poltak bukan di dalam oplet seperti itu.  Melainkan di dalam kelas semasa menempuh Sekolah Dasar, Kelas 1, di Tanah Batak yang sama.

Poltak punya seorang teman sekelas, namanya Domu,  yang punya daya tolak luar biasa kuat. Semua murid lain dalam kelas, termasuk Poltak menolak duduk sebangku dengannya. Alhasil, Dolok menguasai satu bangku untuk diri sendiri. 

Bukan hanya murid sekelas yang menjaga jarak pada Domu.  Guru pun cenderung menjaga jarak.  Malahan guru tidak pernah meminta Domu menjawab pertanyaan.  

Hal terakhir ini bikin Poltak iri setengah mati. Sebab Poltak punya kebiasaan menjawab keliru satu dari tiap dua pertanyaan guru.  Akibatnya tiada hari pulang sekolah baginya tanpa benjol jidat ditonjok guru.

Poltak punya trauma hebat dalam berurusan dengan Domu.  Pada hari pertama masuk sekolah, terjadi sengketa tempat duduk antara Poltak dan Domu yang baru saat itu dikenalnya.

Saat mereka berdua berhadapan dalam tengkar sengit, tiba-tiba Poltak melihat dua "garis hijau" keluar dari lubang hidung Domu yang kembang-kempot lantaran emosi.   Saat Domu teriak ngotot, dari pangkal dua "garis hijau" itu kadang muncul pula dua gelembung kecil.

Saat jeda bicara, dua  gelembung  kecil itu akan meletup seiring dua "garis hijau" tadi ditarik masuk ke lubang hidung lagi.  Begitu terjadi berulang-ulang selama pertengkaran.  Dua "garis hijau" keluar-masuk, kadang ditingkahi dua "gelembung kecil" yang gembung-mbledug.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline