Jika ada penulis artikel opini, di media apa pun, mengklaim opininya netral dan objektif maka dia sedang berdusta atau tidak paham hakekat opini.
Sebuah artikel opini adalah produk subjektivitas. Karena itu dia tidak netral. Mustahil suatu opini, pemikiran seseorang tentang satu isu, subjektif sekaligus netral secara bersamaan.
Mengapa begitu? Karena subjektivitas mengandaikan suatu predisposisi, kecenderungan atau tendensi, dalam benak seseorang. Predisposisi itulah yang menuntun arah dan proses penulisan opini.
Predisposisi mengarahkan penulis memilih sudut pandang atas sebuah isu. Sudut pandang nenuntun pada pilihan konsep dan teori, atau kerangka pikir. Lalu kerangka pikir menuntun pengumpulan, pengolahan dan analisis data.
Mungkin ada orang beranggapan, dengan mengikuti prosedur di atas dia akan mendapatkan data obyektif. Karena itu opininya menjadi objektif, netral tidak memihak.
Salah! Jika pengumpulan data sudah dituntun predisposisi tertentu, maka perolehan data pasti bermuatan subjektivitas. Jadi bagaimana bisa data mendadak objektif?
Ambil contoh isu kinerja mitigasi banjir Jakarta oleh Gubernur DKI Anies Baswedan. Gagal atau sukses?
Kalau Poltak punya predisposisi "Anies tidak layak menjadi gubernur" maka dia akan cenderung mengumpulkan data yang mendukung kesimpulan "Anies gagal". Sebaliknya berlaku begitu juga. Jadi, masih mau bilang data itu objektif?
Bisa saya katakan, syarat obyektivitas dan netralitas yang dikenakan orang pada opini tak lebih dari sebuah mitos. Ada di alam khayal, tiada di alam nyata.
***
Untuk menunjukkan bahwa opini itu subjektif, karena itu tidak netral melainkan memihak, saya akan simulasikan kemungkinan opini yang dibangun penulis berdasar sebuah berita.