Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Puisi | Lelaki yang Ditolak Manusia

Diperbarui: 14 April 2020   13:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi penolakan (www.shutterstock.com)

Lelaki itu lusuh berpeluh. Berdebu lagi meruap bau. Membawa serta luka berdarah di tubuh.  

Bel pintu sebuah rumah mewah di gigir kota berdering.  

"Aku lapar.  Berilah barang sekerat roti." Lelaki itu memohon. Tuan rumah berkacak pinggang.  Jaga jarak di balik pagar besi.

"Enyahlah! Kau perusuh.  Kami sedang menonton Misa Jumat Agung di televisi." Tuan rumah kasar mengusir.

Pagar besi sebuah Katedral di pusat kota berdenting beradu batu.

"Aku haus. Berilah barang seteguk anggur." Lelaki itu memohon.  Koster Katedral  berkacak pinggang.  Jaga jarak di balik pagar besi.

"Enyahlah! Kau penyakit. Anggur hanya untuk para imam. Mereka sedang menyiarkan Misa Jumat Agung dari altar." Koster Katedral kasar mengusir.

Pagar besi sebuah pemakaman umum di ujung desa berderit tergoyang.

"Aku mati. Berilah barang selubang makam." Lelaki itu memohon. Penjaga makam berkacak pinggang. Jaga jarak di balik pagar besi.

"Enyahlah! Kau pagebluk. Makam ini hanya orang mati beriman." Penjaga kubur kasar mengusir.

Lelaki itu pergi. Luntang-lantung di jalanan kota.  Beratap langit beralas tanah.  Ditolak di segala penjuru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline