Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

"Kutukan Patriarki", Lelaki Batak Itu Berat!

Diperbarui: 15 Februari 2020   10:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi pernikahan Batak Toba (Foto: thebridedept.com)

Menjadi lelaki Batak itu berat. Wajib nikah dan berputra. Demi eksistensi marga.  Kalau tidak, dia layaknya tikar lapuk. Kuatkah para lelaki Batak?

Pernyataan lelaki Batak wajib nikah dan berputra mungkin terkesan mengada-ada. Sebab bukankah lazim setiap lelaki di muka bumi ini, setelah akil baliq, didorong untuk menikah?  

Pernikahan dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan dan perkembangan eksistensi suatu kelompok sosial melalui proses reproduksi.  Agar suatu kelompok sosial, misalnya keluarga, tidak punah karena suksesi demografisnya terputus.

Target setiap kelompok sosial, mulai dari satuan sosial keluarga, komunitas genealogis, sampai suku bangsa adalah pertumbuhan skala demografis dan eksistensi sosial.  Menjadi keluarga besar, komunitas besar, ataupun suku bangsa besar.

Orang Batak (Toba) sejak masa pra-kolonial, juga sangat paham arti penting suksesi demografis sebagai landasan eksistensi sosial.

Sialnya untuk lelaki Batak, tanggungjawab pelestarian dan penumbuhan demografis dan sosial Batak itu ternyata ditumpukan pada gendernya.  Bukan pada gender perempuan.  

Mengapa begitu? Saya akan coba jelaskan duduk perkaranya di bawah ini.


***

Terus terang, saya harus bilang, beban tanggungjawab lelaki Batak untuk pelestarian dan penumbuhan demografis dan sosial itu adalah "kutukan patriarki".

Begini. Patriarki itu menempatkan lelaki sebagai pemegang kuasa utama baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline