Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Pak Anies, Lanjutkan Revitalisasi Monas!

Diperbarui: 4 Februari 2020   05:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Revitalisasi berdampak devitalisasi hutan kota di Monas Jakarta (Foto: kompas.com)

Seandainya pada hari ini diadakan pemungutan suara warga Jakarta, untuk memilih apakah melanjutkan atau menghentikan revitalisasi Monas yang telah dimulai Gubernur Anies Baswedan, maka sangat mungkin ada 58 persen warga yang memilih untuk dilanjutkan.

Mereka setuju dilanjutkan bukan karena rencana revitalisasi Monas itu layak secara ekologis, sosiologis, dan ekonomis. Tapi, saya pikir, lebih karena 58 persen warga itu tak sudi jika gubernur pilihannya menjadi "pecundang". Itu saja.

Pengandaian tadi tentulah irrelevan. Sebab kendati Monas itu ruang publik, keputusan penataannya, termasuk revitalisasi, bukan di tangan publik, khususnya warga Jakarta. Melainkan di tangan suatu Komisi Pengarah. Demikian amanat Keppres Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah DKI Jakarta.  

Komisi Pengarah itu diketuai  Mensesneg. Sekretarisnya adalah Gubernur Jakarta. Anggotanya, menurut nomenklatur kabinet sekarang, adalah Menteri PUPR, Menteri LHK, Menhub, Mendikbud, dan Menparekraf.

Revitalisasi Monas yang dilakukan Anies di sisi selatan kini dihentikan sementara karena sarat masalah.  Persetujuan Komisi Pengarah belum ada. Kredibilitas kontraktornya dipertanyakan. Sekitar200 tegakan pohon "raib" tak tentu rimba dari hamparan seluas 3.5 ha yang kini keras gundul.  

Setelah ditegur dan dikecam berbagai pihak, barulah kegiatan revitalisasi Monas itu dihentikan. Tapi kerja pengerasan areal gundul itu diperkirakan sudah mencapai  90 persen target. Bersamaan dengan itu Gubernur mengajukan permohonan persetujuan kepada Komisi Pengarah.  

Kesannya, Anies menerapkan jurus "hajar dulu,  urusan belakangan". Alias "fait accompli". Seperti jurus lelaki pecundang, "hamili dulu pacar, biar bapaknya nyerah".

Persoalannya, apakah Komisi Pengarah itu akan berlakon seperti "bapak yang nyerah karena putrinya kadung dihamili pacar pecundang"? Tentu saja tidak. Anies tetap harus mempertanggungjawabkan kegiatan revitalisasi yang "terlanjur" itu.  

***

Dalam rapat Komisi Pengarah sudah pasti Anies harus menjawab sejumlah pertanyaan kelas berat dari para anggota Komisi. Pasti kualitasnya tak akan semudah pertanyaan dalam debat Pilgub. 

Anies juga harus siap dengan data empiris untuk mendukung argumennya. Tidak cukup dengan keahlian "tata kata".    

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline