Ada apa dengan baju putih? Kok reaktif heboh banget gara-gara Pak Jokowi menyerukan para pemilihnya untuk memutihkan TPS pada Rabu 17 April 2019 nanti. Caranya, kenakanlah pakaian putih.
Politisi kubu sebelah menuduh Pak Jokowi menebar bibit perpecahan. Sekaligus melanggar asas kerahasiaan Pemilu.
Kira-kira logikanya, atau "akal sehat" menurut mereka, begini. Yang berpakaian warna putih sudah pasti pemilih Pak Jokowi. Jadi asas kerahasiaan dilanggar.
Lalu, logika lanjutnya, yang tak berpakaian putih pasti pemilih Pak Prabowo. Nah, itu memecah belah rakyat namanya. Bisa memancing keributan. Putih mengintimidasi non-putih. Atau sebaliknya non-putih mengintimidasi putih.
Ya, ampun, ini politisi model apaan. Isu perpecahan atau anti kerahasiaan itu cuma halusinasi mereka. Yang coba ditiup-tiupkan ke udara kampanye Pilpres 2019.
Saya akan jelaskan nanti. Sebelum ke sana, coba simak dulu salah satu kisah yang saya sadur dari buku "Burung Berkicau"-nya Anthony de Mello berikut.
***
Begini. Ada seorang pengangon kambing di Desa Kaliwening (pseudonym), Yogyakarta . Sebut saja namanya Widodo (kebetulan sama dengan nama Presiden RI sekarang). Dia mengangon dua ekor kambing, satu putih satu lagi hitam.
Poltak yang sedang KKN di desa itu suatu hari ketemu Pak Widodo yang sedang mengangon kambingnya jauh di tegalan pinggir desa tetangga.
Tertarik pada aktivitas Pak Widodo, Poltak mulai menggali informasi yang dipikirnya penting.
"Wah, kambingnya gemuk-gemuk, Pak. Itu betina atau jantan", Poltak memulai pertanyaan.