Artikel rekan Kompasianer Leya Cattleya, "Perempuan Penyunggi: Antara Peran Sosial dan Kesehatan" (kompasiana.com, 22/1/19) mengangkat satu tesis yang menarik yaitu ketimpangan gender dalam akses teknologi.
Kasus yang diangkat rekan Leya adalah ketimpangan gender dalam akses teknologi angkutan. Disimpulkan, akses perempuan pada teknologi sangat rendah, sehingga mereka terpaksa (terkondisikan) untuk menyunggi, membawa beban di atas kepala.
Teknologi sepeda di pedesaan bisa menjadi contoh. Walaupun ada tipe sepeda laki dan sepeda perempuan, jika berkait pada fungsinya sebagai alat angkut barang, maka sepeda umumnya menjadi domain laki-laki. Justifikasinya, sepeda membawa beban sangat berat, sehingga lebih cocok dikendalikan lelaki.
Tentu, semakin ke sini, ada pergeseran. Rekan Leya misalnya baru saja melaporkan kisah perempuan tua penjual anglo yang mengangkut tumpukan anglo dengan sepeda dari Bantul ke Yogya. Bukti kecil akses perempuan pada teknologi sepeda sebagai alat angkut.
Di kota Bantul ataupun Yogya sendiri, sekarang ini lazim terlihat perempuan membawa beban barang menggunakan sepeda motor. Bukti lain adanya peningkatan akses perempuan pada teknologi angkutan.
Sungguhpun begitu, soal ketimpangan gender dalam hal akses pada teknologi angkutan masih kentara di pedesaan kita. Atau kalau mau melihatnya lebih jelas, boleh cek laporan ketimpangan gender dimaksud di pedesaan negara-negara Afrika Sub-Sahara sana.
Saya mau fokus pada apa yang menggejala di NKRI kita ini saja.
***
Sebelum teknologi roda ditemukan, sudah jelas manusia menggunakan teknologi sunggi (perempuan) dan teknologi pikul (laki-laki) untuk mengangkut beban (barang) yang bobotnya masih dalam batas toleransi daya sangga tubuh. Jika terlalu berat, maka digunakan teknologi "kuda beban", semisal di pedesaan NTB dan NTT. Atau kalau tidak punya kuda, beban berat dipikul dua orang lelaki.
Yang menarik adalah fakta wanita menyunggi sedangkan lelaki memikul. Bagaimana pejelasan untuk perbedaan yang bersifat gender ini?
Argumen teknis bahwa beban yang disunggi perempuan itu ringan dan jaraknya dekat, saya pikir, kurang kuat. Fakta bahwa wanita menyunggi gabah 50 kg sementara laki-laki memikul 50 kg gabah dari sawah ke rumah, artinya bobot dan jarak sama, mematahkan alasan itu. Bahkan jika berat gabah itu hanya 25 kg, lelaki tetap memikulnya di bahu.
Jadi harus ada penjelasan lain yang lebih logis.