Jika dihadapkan pada sejumlah lembaran ulos Batak dengan ragam motif, seseorang, bisa jadi orang Batak sendiri, mungkin langsung menunjuk ulos Sadum sebagai ulos dengan nilai tertinggi. Tak lain karena motif dan warna-warninya yang tampak sangat indah, cerah dan riang.
Sadum memang terkenal sebagai ulos paling berwarna, cantik, tapi jelas bukan ulos dengan nilai tertinggi. Nilai ulos Batak pertama-tama tidak diukur dari kecantikan warna-warninya, melainkan dari makna yang dinyatakan oleh ulos itu. Dan makna itu dinyatakan dalam bentuk bahasa simbolik, berupa ragi (motif) pada ulos tersebut.
Kalau bukan Sadum, lantas ulos apa yang paling tinggi nilainya dalam kultur orang Batak (Toba)? Perkenalkan, namanya Jugia. Ya, ulos Jugia.
Satu Lembar Lima Bagian
Sejatinya, Jugia adalah jenis ulos Batak dengan motif paling indah. Hanya karena jenis ulos ini sudah langka, sehingga jarang terlihat, maka mata orang lebih tertarik pada ulos Sadum yang sangat populer.
Terbuat dari bahan benang katun dan pewarna kualitas terbaik, satu lembar Jugia terdiri dari lima bagian yang tadinya ditenun secara terpisah, lalu kemudian diikat menjadi satu lembaran. Dua sisi kanan dan kiri Jugia disebut ambi, simbol bahwa semua yang ada di dunia ini ada batasnya.
Bagian tengah yang merupakan badan ulos disebut tor, motifnya garis-garis merah-kehitaman berpadu putih berjumlah ganjil yang disebut honda.
Lalu dua ujung atas dan bawah merupakan kepala (ulu/tampahan) ulos yang dinamai tinorpa. Inilah bagian Jugia yang paling rumit dan indah motifnya. Motif dua bagian tinorpa itu sekilas tampak serupa. Tapi jika "dibaca" (dilihat) secara teliti, sebenarnya detil motif dua kepala jugia itu berbeda. Motif kepala satunya adalah pinarhalak baoa (penggambaran laki-laki) dan satu lainnya pinarhalak boruboru (penggambaran perempuan).
Secara garis besar, motif tinorpa itu terdiri dari tiga bentuk simbolik. Pertama, bentuk anting-anting sebagai simbol hamoraon (kekayaan), karena anting-anting lazimnya terbuat dari emas. Kedua, bentuk sigumang (beruang) sebagai simbol kemakmuran, karena orang Batak mengenal beruang sebagai bekerja secara efisien dan efektif. Ketiga, bentuk batu ni ansimun (biji mentimun), sebagai simbol kesehatan, karena khasiat mentimun sebagai penyegar tubuh.