Warga Jakarta selayaknya berterimakasih kepada Kali Item berkat jasanya membuka pola pembangunan yang diterapkan Gubernur Jakarta Anies Baswedan.
Kasus Kali Item menguak jelas pola pembangunan yang diterapkan oleh Gubernur Anies adalah pembangunan reaktif, alias pembangunan tak terencana.
Itulah pola pembangunan yang bersifat parsial, ahistoris, tanpa kejelasan landasan, strategi, dan target.
Pembangunan reaktif itu kebalikan dari pola pembangunan proaktif, atau terencana. Pembangunan proaktif itu integratif, holistik, historis, jelas landasan, strategi, tujuan, dan targetnya.
Dengan menganalisis kasus penanggulangan bau Kali Item, dapat ditunjukkan sedikitnya empat ciri pembangunan reaktif yang dijalankan Gubernur Anies.
Saya akan tunjukkan satu per satu secara ringkas saja di sini.
Parsial
Pertama, pembangunan reaktif bersifat parsial. Ia terfokus hanya pada penyelesaian satu aspek masalah tanpa melihat keseluruhan masalahnya.
Dalam kasus Kali Item, Anies hanya fokus mengatasi masalah bau air kali. Bukan mengatasi masalah pokoknya yaitu pencemaran badan air yang bersifat kronis oleh limbah domestik dan industri rumahtangga.
Maka Anies hanya berputar-putar pada ragam upaya penghilangan bau dari indra penciuman. Diterapkanlah teknologi bubble nano, waring, sampai penyemprotan cairan bakteri anti-bau.
Sayangnya sampai hari ini belum terbukti efektivitas ragam upaya itu. Yang sudah terbukti adalah inefisiensinya. Karena membelanjakan anggaran tanpa memberi hasil yang setimpal.