Ketika Anies Baswedan, Gubernur Jakarta bilang bahwa kondisi tercemar parah Kali Item (Kali Sentiong) adalah warisan dari pemerintahan sebelumnya, maka dia telah memolitisasi kasus air berbau busuk itu.
Katanya, "Jika yang mengelola Jakarta dulu memperhatikan ini, kita enggak punya warisan Kali Item. Ini karena dulu enggak diperhatikan, jadi kita punya warisan Kali Item. ... sekarang kenyataannya ada itu, sekarang kita bereskan." ("Anies: Jika yang Kelola Jakarta Dulu Memperhatikan, Kita Enggak Punya Warisan Kali Item", kompas.com, 24/7/18).
Jelas pada ujaran Anies itu, dia telah mengkapitalisasi kasus Kali Item, untuk kepentingan politiknya. Dia hendak membangun opini bahwa pemerintahan Jokowi/Ahok/Jarot tidak becus menanggulangi pencemaran Kali Item, sehingga dia kini terkena getahnya harus membereskan masalah.
Intensi politiknya gamblang. Anies menarget citra politik sebagai pembawa solusi untuk masalah-masalah pembangunan dan pemerintahan yang tak teratasi pemerintah sebelumnya.
Tapi, disadarinya atau tidak, ujaran Anies itu mengandung tiga masalah inkonsistensi yang justru berpotensi kontraproduktif terhadap upaya pencitraan politiknya.
Tak Sesuai Fakta
Pertama, inkonsistensi isi ujaran dengan fakta. Ketika Anies bilang Kali Item tidak diperhatikan pemerintah sebelumnya, maka sejatinya dia sedang menyembunyikan fakta bahwa pemerintahan Jokowi/Ahok-lah yang pertama memberi perhatian serius pada pembenahan Kali Item.
Jokowi/Ahok telah menjalankan program normalisasi Kali Item, sepanjang 8 km dari Johar Baru sampai Kemayoran. Pemerintahan mereka telah merelokasi pemukim liar sepanjang bantaran kali; membangun jalan inspeksi; membangun turap beton; mengeruk lumpur; dan menempatkan petugas PPSU untuk membersihkan badan air kali setiap hari.
Hasilnya, sebagaimana bisa dilihat buktinya di media digital, tahun 2016 Kali Item sempat tampil bersih dan rapih. Artinya, Anies mengujarkan pernyataan fiktif, tak berdasar data valid.
Sejatinya, Kali Item sudah sempat ditangani dengan baik. Tapi persoalan kemudian muncul Desember 2016 saat Plt Gubernur Jakarta Sumarsono menskor 63 orang petugas PPSU Kali Item. Gara-gara mereka berfoto sambil membentang spanduk kampanye paslon gubernur/wagub Agus-Sylvi. Itu pelanggaran etika pegawai Pemda Jakarta.
Sejak itu penanganan kebersihan Kali Item tidak lagi optimal, bahkan cenderung terbengkalai, sehingga sampah menumpuk kembali. Keterbatasan Plt. Gubernur dan singkatnya masa jabatan Gubernur Jarot menyebabkan Kali Item kurang terperhatkan.