"Jangan ada sebutir nasipun terbuang." Itu teguran kakekku dulu, tahun 1960-an, kalau di piringku tersisa beberapa butir nasi.
"Sebutir nasi itu akan menangis karena gagal menunaikan baktinya. Dia telah telah mengorbankan kesempatan hidupnya untuk hidupmu. Mengapa tak kau hargai itu?" Lanjutnya membuat aku merasa salah.
Saya yakin bukan hanya kakekku yang pernah ngomong begitu. Orangtua tempo dulu lazimnya seperti itu. Selalu menegur anak yang menyisakan butir-butir nasi di piringnya.
Sekilas kesannya mungkin cerewet. Cuma soal satu dua butir nasi yang terbuang, kok tegurannya serius banget. Dalam dan menusuk, begitu.
Sebenarnya ada penjelasan untuk nasihat yang terkesan cerewet dan reseh itu. Setidaknya ada tiga penjelasan yang bisa dikemukakan.
Pertama, penjelasan makna mitologis. Orangtua tempo dulu, juga petani sekarang, meyakini padi itu adalah perwujudan Dewi Padi. Dewi yang mengorbankan hidupnya demi menghidupi manusia. Karena itu, membuang sebutir nasi dama artinya menyia-nyiakan pengorbanan Dewi Sri. Bisa kualat akibatnya.
Dewi Padi yang paling lazim dikenal namanya adalah Dewi Sri dalam budaya tani orang Jawa. Atau Nyi Pohaci Sanghyang Asri dakam kultur Sunda. Tapi di berbagai etnis nusantara sebenarnya terdapat juga Dewi Sri dengan nama lokal. Misalnya Sangiaseri (Bugis), Inak Sariti (Bajo Lombok), dan Poti Soi (Sakai Riau).
Intinya, di semua mitos Dewi Padi pada budaya-budaya agraris nusantara itu, padi dimaknai sebagai karunia berupa korbanan hidup dewi. Karena itu, membuang sebutir nasi sekalipun, sama artinya dengan membuang karunia.
Kemudian, kedua, penjelasan nilai korbanan. Ini penjelasan teknis yang rasional ekonomis. Untuk penjelasan ini, sebutir nasi itu diasumsikan sebagai sebutir benih padi.
Sebelum masuk pada uraian teknis, perlu diketahui adanya empat kelas benih padi. Kelas teringgi disebut Benih Penjenis (Breeder Seed), induk dari segala induk benih padi. Kelas benih ini lazimnya hanya ada dalam jumlah sangat terbatas di lembaga pemuliaan padi. Misalnya di Bakai Besar Padi Sukamandi, Subang Jawa Barat.
Setingkat di bawah Benih Penjenis adalah turunannya, disebut Benih Dasar (Foundation Seed). Kelas benih ini lazimnya ada di lembaga penelitian padi dan industri perbenihan.