(sumber: jurnal123.com)
"Ganti pemimpin kan ganti style. Saya rasa siapapun pemimpin Jakarta, tidak bisa lepas dari budaya Betawi."
Itu kalimat Sumarsono, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI, mengisi tugas pemerintahan yang ditinggal cuti kampanye oleh Ahok, Gubernur DKI yang sebenarnya. (Lihat: “Sumarsono Anggarkan Hibah untuk Bamus Betawi, Ahok Dulu Hentikan Itu”, Kompas.com, 22.11.16).
Apa implikasi pernyataan Sumarsono (Soni) itu?
Pertama, sudah terjadi pergantian kepemimpinan di DKI Jakarta. Dari tadinya Gubernur Ahok ke sekarang Gubernur Soni. Ya, sekarang DKI punya “Gubernur” Soni.
Jadi tak perlu lagi Pilgub DKI 2017. Kasihan banget tiga Paslon Gub/Wagub, ya. Udah pada capek badan dan hati berkampanye, pendukungnya udah pada demo dan saling hujat, eeeh…, ternyata sudah ada Mas Soni di kursi Gubernur DKI.
Kedua, karena sudah terjadi pergantian Gubernur DKI, maka Soni berhak mengambil kebijakan strategis seperti perubahan struktur alokasi anggaran daerah (dan perubahan struktur organisasi pemerintahan).
Maka jadilah “Gubernur” Soni mengubah alokasi anggaran dengan menganggarkan dana hibah untuk Bamus Betawi pada APBD Perubahan 2016 (Rp 2.5 M) dan APBD DKI 2017 (KUA PPAS 2017, Rp 5 M).
Ini bertolak-belakang dengan kebijakan Gubernur Ahok yang menghapus dana hibah kepada ormas termasuk Bamus Betawi.
Sepertinya langkah “Gubernur” Soni gak bakalan dikontrol (baca: ditolak) oleh DPRD DKI. Malah kebetulan bisa menyalurkan “dendam” pada rejim anggaran Ahok yang ketat itu.
Agaknya Soni merujuk pada Permendagri Nomor 74/2016 (22/9/2016) yang antara lain menyebut Pelaksana Tugas Gubernur berwewenang menandatangani Perda tentang APBD (dan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah) setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.