Sumber foto: facebook.com/bukan teman ahok, disalin Tribunnews.com
Lagi, nasihat untuk anggota Barisan Anti-Ahok. Kalau mau memukul telak Ahok sampai KO, tolong pakai jurus “logika”. Jangan pakai jurus “mabuk”.
Itu harus saya katakan terkait ulah para Anti-Ahok yang memanfaatkan foto pertemuan Ahok dengan sejumlah pegiat media sosial baru-baru ini (8/4/2016).
Ada “aktivis” Anti-Ahok yang mengklaim “Teman Ahok” telah bersalin rupa menjadi “Teman Mabok”. Ada yang bilang Ahok “pesta miras”. Atau, Ahok “mabok-mabokan” dengan pendukungnya.
Kesimpulannya, menurut para Anti-Ahok itu, Ahok tidak layak menjadi Gubernur DKI Jakarta, karena dia seorang peminum miras.
Logikanya begini. Miras itu haram karena memabukkan. Seorang peminum miras dan pemabuk tidak layak menjadi Gubernur. Ahok minum miras dan pemabuk. Maka Ahok tidak layak menjadi Gubernur DKI. Titik.
Ada yang salah dengan logika itu? Tentu saja tidak. Kecuali bahwa logika itu dibangun dalam kondisi “mabuk”. Maka tepat disebut sebagai “logika orang mabuk”. Maksudnya, secara teoritis sangat logis, tapi secara empiris jauh dari kebenaran faktual.
Ada dua alasan mengapa disebut “logika orang mabuk”. Pertama, saat mendapatkan foto itu, para Anti-Ahok langsung merasa telah mendapatkan amunisi paling top untuk menjatuhkan reputasi “bersih” Ahok. Mereka langsung “mabuk” kemenangan. “Habislah kau, Ahoook…!” Begitu kira-kira sorak mereka.
Maka, mereka langsung menafsir foto itu sebagai representasi “Ahok peminum miras”, atau “Ahok pemabuk”, atau “Teman Ahok pemabuk”. Tafsir itu lalu disebar ke dunia maya, dengan harapan para pembacanya akan setuju untuk kemudian menajiskan Ahok sebagai Gubernur.
Tapi “pemabuk” memang selalu lupa diri. Dan tak kritis. Dipikirnya foto itu adalah “bom” padahal cuma sebutir “kerikil” kecil. Tapi, andaipun dia sadar itu cuma “kerikil” kecil, karena sudah “mabuk”, mungkin dipikir dirinya adalah Daud yang bisa menewaskan Goliath dengan amunisi sebutir “kerikil”.