Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Humor Revolusi Mental #020: Kopi Sidikalang Berbuah Radio Rusak

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Ini bukan parodi “Buah Semangka Berdaun Sirih” yang fiktif dari Rinto Harahap, tapi kejadian faktual yang konyol tapi manusiawi di Desa Marsobur (samara), Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Ini pengalaman nyata Ama Lompong Siubeon (samaran), seorang petani kopi Sidikalang yang terkenal ke seantero penjuru dunia itu, pada tahun 1970.Ama Lompong, setahun setelah bisa menertawakan diri atas pengalaman konyolnya, menceritakan kejadian itu kepada Ama Dompak Simanjojak (samaran).Ama Dompak menceritakannya kembali kepada anaknya, Si Dompak.Lalu Si Dompak, yang menjadi “Batak Tembak Langsung” sukses di Jakarta, belasan tahun kemudian menceritakan kejadian itu kepada saya.Kinisaya membagi cerita itu kepada khalayak.

Tahun 1970, saat kopi Sidikalang mulai memasuki masa kejayaannya, uang datang ibarathujan bagi petani kopi di Dairi.Istilah sekarang, seolah-olah tinggal menggunting uang dari mesin cetaknya.Dengan uang hasil penjualan kopi, petani bisa membeli barang apa saja yang dia inginkan, butuh atau tak butuh.

Demikianlah, suatu pagi, Ama Lompong turun ke kota Sidikalang, untuk membeli sebuah radio yang sejak lama diidamkannya. Setelah membeli sebuah radio transistor terbaik dari toko Toke Atjung (samaran), dia segera bergegas pulang kembali ke Desa Marsobur. Sepanjang jalan, dia penuh kebanggaan menenteng radio barunya, buah kerja kerasnya di kebun kopi.

Tak sabar untuk mendengar radio, siang hari setiba di rumah, Ama Lompong langsung meminta anaknya Si Lompong menyalakan radionya.Langsung mengalun suara merdu Ernie Djohan melantunkan lagu “Teluk Bayur” gubahan Zaenal Combo:“Selamat tinggal Teluk Bayur permai/Daku pergi jauh ke negeri seberang/Ku kan mencari ilmu di negeri orang/Bekal hidup kelak di hari tua …”

“Amaang, enak kalilah lagu ini.Merdu kali suara biduanitanya …,” Ama Lompong terpana nikmat luar biasa.

Tapi, Ama Lompong tiba-tiba ingat dia harus segera ke kebun kopi untuk menyelesaikan kerja memetik kopi yang sudah ranum.

“Lompooong …,” perintahnya, “matikan dulu radio ini.Jangan kau nyalakan lagi, ya?Lagu ini enak kali.Bapak mau dengar lanjutannya nanti sore!”

“Iya, Pak,” jawab Si Lompong patuh sambil mematikan radio.

Sore harinya, sepulang Ama Lompong dari kebun kopi, “Lompoong, sini kau.Hidupkan dulu radio ini. Bapak mau dengar lanjutan lagu yang tadi siang.”

Si Lompong patuh menyalakan radio dan terdengarlah suara bicara, “Inilah Radio Republik Indonesia Nusantara II Medan dengan warta berita sore …”

“Baaahhh!Rusak ini radio!Tadi menyanyi, sekarang bicara.Lompooong! Matikan itu radio. Besok pagi Bapak mau tuntut ganti rugi ke Toke Atjong,”Ama Lompong meradang.Si Lompong patuh tanpa protes barang sekata pun.

Besok harinya, pagi-pagi di toko Toke Atjong, Ama Lompong sudah muncul menenteng radionya dengan muka merah marah.

“Heh, Toke.Kau jual radio rusak sama aku, ya.Rusak ini radio.Siang masih nyanyi enak dia. Eeeh, sore bicara ke sana ke mari.Toke, kau harus ganti ini radio dengan yang bagus,” Ama Lompong marah-marah menuntut Toke Atjong.

“Coba saya lihat, Pak,” kata Toke Atjong bersabar diri, sambil meraih radio dari tangan Ama Lompong.Toke Atjong yang kebingungan dengan duduk perkara radio rusak versi Ama Lompong segera menyetel radio itu dan langsung mengalun suara merdu Ernie Djohan, “Selamat tinggal kasihku yang tercinta/Do'akan agarku cepat kembali/Ku harapkan suratmu...setiap minggu/Kan ku jadikan pembuluh rindu...

“Baaahhh!Sudah bagus lagi radio ini rupanya,” teriak Ama Lompong begitu mendengar lantunan suara Ernie Djohan.

“Tak jadi tukarlah, Toke. Tolong matikan radionya.Aku mau dengar lanjutan lagunya nanti di rumah,” lanjut Ama Lompong.

Ama Lompong mengambil radionya kembali dan berbegas pulang.Toke Atjong hanya bisa bengong tak kuasa ngomong sekatapun.(*)

#Moral revolusi mental-nya:“Teknologi dapat mengatasi kebodohan kita sekaligus dapat membuat kita terlihat bodoh.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline