Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Humor Revolusi Mental #038: Tak Mati Diterkam Harimau

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Sebelum ajal berpantang mati.Kata orang tua-tua tempo dulu.Dan benarlah demikian adanya.

Ama Domu, salah seorang paman Poltak dari Porsea, Toba pernah mengalaminya, walau dengan cara yang sangat konyol.

Kejadiannya awal 1970-an.Pada tahun-tahun ketika banyak laki-laki Batak merantau untuk membuka sawah baru di hutan-hutan daerah Asahan, Sumatera Timur.

Sekadar informasi, dari enam puak Batak (Toba, Simalungun, Karo. Pakpak, Angkola, Nias), orang Batak Toba dikenal sebagai pembuka dan pengolah sawah terbaik.Itu sebabnya tahun 1910-an Pemerintah Kolonial Belanda menarik rombongan-rombongan orang Batak dari Toba-Samosir untuk pindah dan membuka sawah di daerah Simalungun.Tujuannya untuk menghasilkan beras untuk keperluan pangan para buruh perkebunan.

Kembali ke kisah Ama Domu.Ia berangkat ke Asahan dalam rombongan 10 orang.Di hutan Asahan, mereka kemudian membuka sawah dengan cara menebangi pepohonan. Karena itu mereka disebut juga sebagai panombang, membuka sawah dengan cara tebang hutan.

Menurut cerita para panombang, tanah hutan Asahan demikian suburnya.Cukup tebang kayu, lalu langsung tanam padi, tunggu enam bulan lagi sudah bisa panen hasil berlimpah.Cerita keberhasilan itu yang mendorong arus deras panombang dari Toba ke Asahan.

Begitulah, setelah tiga bulan berangkat ke Asahan, suatu sore tiba-tiba keluarga Ama Domu di Porsea mendapat titipan surat dari supir bus “Permos”.Waktu itu, satu-satunya bus yang melayani rute Toba-Asahan pp adalah bus “Permos”.Bukan surat kiriman dari Ama Domu, tapi dari Ama Lamhot, ketua rombongannya.

“Ada kejadian apa gerangan?”Nai Domu bertanya-tanya dalam hati, sambil berusaha menyingkirkan pikiran buruk dari kepalanya. “Domu, coba kau baca dulu surat Ama Lamhot ini,” Nai Domu menyuruh anaknya.

Tapi baru sebentar membaca, Domu tiba-tiba saja meraung menangis tak terkendali.

“Apa katanya, Domuuuuu!” Nai Domu ikut panik, mulai menangis pula.Raungan Domu semakin menjadi-jadi.Para tetangga berdatangan, ingin tahu apa yang terjadi.

“Bapak meninggal… hilang … diterkam harimau ….!!!” Domu memberitahu isi surat Ama Lamhot.Kontan Nai Domu meraung melebihi oktaf raungan Domu.Terjadi kehebohan. Berita menyebar dari mulu ke mulut.Seluruh warga kampung dengan cepat tahu kabar Ama Domu meninggal diterkam harimau di Asahan.

Sanak saudara Ama Domu dan raja-raja kampung langsung duduk musyawarah.Membicarakan langkah terbaik yang harus diambil untuk menerima kabar duka itu.Diputuskan, besok pagi ada utusan keluarga yang berangkat ke Asahan untuk menangani masalah tersebut.

Tapi selang berapa saat setelah keputusan diambil, datanglah bus “Permos” kedua.Supirnya menyerahkan sepucuk surat pula untuk Nai Domu.Tapi yang ini benar-benar surat dari Ama Domu.

“Mana mungkin orang mati menulis surat,” ratap Nai Domu tak percaya. Raungannya tak tertahankan.

“Ama Domu masih hidup!Ini suratnya sendiri.Surat Ama Lamhot itu salah kabar,” teriak salah seorang kerabat Ama Domu yang diminta membaca surat itu.Mendadak sontak semua terdiam.Antara percaya dan tak percaya.

Ternyata, dari surat Ama Domu, menjadi jelas bahwa Ama Lamhot memang menulis surat berdasar kabar yang tak akurat.

Memang benar ada terkaman harimau.Tapi yang diterkam adalah celana panjang Ama Domu yang digantungkan di dahan kayu di hutan.Ama Domu sendiri selamat karena lari menyelematkan diri ke hutan, ketika melihat ada harimau datang.

Malang bagi Ama Domu, ia tersesat di hutan yang belum dikenalnya selama dua hari dua malam.Teman serombongannya yang menemukan celana Ama Domu dalam keadaan tercabik-cabik, teronggok di atas tanah yang penuh jejak harimau, kemudian mengambil kesimpulan bahwa Ama Domu telah tewas diterkam harimau.Itu sebabnya Ama Lamhot menulis surat berisi kabar keliru itu ke Nai Domu.

Hanya berselang sekitar satu jam setelah Ama Lamhotmenitipkan suratnya kepada supir bus “Permos”, tiba-tiba Ama Domu muncul di gubug rombongan dalam keadaan sakit karena dua hari dua malam tidur dan makan tak menentu di dalam hutan.Maka, dalam keadaan lemah, Ama Domu segera membuat surat kedua yang ditipkan kepada supir bus “Permos” rit kedua, untuk menganulir surat pertama.(*)

#Moral revolusi mental-nya:“Jangan pernah mengambil keputusan jika informasi pendukung tidak lengkap.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline