Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Humor Revolusi Mental #065: Percaya Itu Tidak Buta

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Ada nasihat, “berbahagialah mereka yang percaya walau tak melihat”, tapi itu tak berarti “percaya itu buta”.Setidaknya itu berlaku di dunia sosial.Poltak tak akan menaruh kepercayaan kepada Frans atau Bram atau siapapun, tanpa alasan yang masuk akal, sesederhana apapun itu.

Begitulah pengalaman Poltak, 34 tahun lalu, dalamminggu-minggu pertama menjadi mahasiswa di Jogjakarta.Waktu itu ia bersama seorang seniornya, “Batak Tembak Langsung” juga, kos di bilangan Sagan.

Suatu pagi, sambil berangkat kuliah, Poltak mampir sarapan di warung Mbok Seneng.Pemilik warung dinamai begitu mengikut nama warungnya, “Seneng Wareg”.

Giliran mau bayar sarapan yang telah ditandaskannya seketika, Poltak bagai tersengat kelabang, saat merogoh saku belakang celananya dan tak menemukan dompet pusakanya di situ.

“Cilaka tiga belas,” umpatnya cemas dalam hati, “kelupaan aku bawa dompet.Bagaimana ini?”

“Mbok Seneng,” Poltak memutuskan untuk berkata sejujurnya. “Maaf, Mbok.Aku kelupaan bawa dompet. Gak bisa bayar sekarang.Bagaimana ini, ya, Mbok?”Nada suara Poltak minta dikasihani.

“Ooo, Mas iki jengenge sopo tho.Kosne nang ndi,” Mbok Seneng menanyakan nama dan tempat kos Poltak.

“Aku Poltak, Mbok.Kos di kos-kosan Bu Gatot,” jawab Poltak penuh harap.

“Yo wis, Mas.Ra po-po, bayare mengko mbesok-besok mawon, yo, ra po-po,” kata Mbok Seneng memenuhi harapan Poltak.

“Terimakasih, Mbok.Mbok Seneng percaya sama aku, kan?”

“Lha iya, percaya, yo wis kono, arep kuliah ta?”Mbok Seneng menyuruh Poltak agar segera pergi kuliah.

Di kampus, Poltak bertemu dengan seniornya, teman sekamar kosnya.Tak kuasa menahan rasa kagum atas kepercayaan Mbok Seneng, padahal belum kenal padanya, Poltak mencurahkan isi hati pada Sang Senior.

“Wah, Bang.Orang Jawa itu kepercayaannya kepada sesama tinggi sekali ya? Aku sarapan di warung pagi ini, lupa bawa dompet, eh disuruh yang punya warung bayarnya besok-besok aja. Padahal yang punya warung kan belum kenal saya?”

“Ya, memang begitu, Poltak.Makanya kau harus hargai itu.Jangan bawa tabiatmu di kampung dulu, ambil goreng pisang lima, ngakunya dua,” tukas Sang Senior.

“Tapi, ngomong-ngomong memangnya kau sarapan di mana barusan?” tanya Sang Senior setelah terdiam sejenak.

“Di warung Mbok Seneng,” jawab Poltak, masih dengan nada kagum.

“Wah, apalagi ngutang di situ, kau tak mungkin lari dari Mbok Seneng,” Sang Senior menegaskan.

“Memangnya, kenapa begitu, Bang?”

“Aduuuh, kau ini, Poltaaak … Poltak!Mbok Seneng itu nama aslinya ya Bu Gatot, pemilik kos-kosan kita .Ayo, mau lari kemana kau!”jelas Sang Senior geleng-geleng kepala.(*)

#Moral revolusi mental-nya: “Jika memberi kepercayaan pada seseorang, pastikan juga untuk mengambil kebebasannya untuk berbohong.”

Komporsiana.com

Sharing-Laughing-Changing

Catatan Pararelisme 100 Hari Jokowi:

Untuk para Jokowers, yang pada Pilpres 2014 lalu memutuskan memilih Jokowi menjadi Presiden Ke-7 RI, Anda sudah memberikan kepercayaan kepada Jokowi untuk mewujudkan harapan-harapan Anda tentang “Indonesia Hebat”.Tapi, coba dipikir-ulang, apakah pada waktu bersamaan Anda juga mengambil kebebasan Jokowi untuk berbohong atau ingkar janji?Kalau Anda tidak mengembil kebebasannya untuk berbohong, maka jangan salahkan Jokowi, jika dalam 100 hari pemerintahannya ternyata Indonesia masih jalan di tempat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline