Lihat ke Halaman Asli

Air Salobar, Siapa yang Salah?

Diperbarui: 15 September 2017   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AIR SALOBAR : SIAPA YANG SALAH?

M. SYARIF TJAN

Harapan masyarakat Kota Ternate untuk mendapatkan air minum yang layak  dan higienis sangatlah  jauh panggang dari api. Selama Hampir 2 tahun masyarakat Kota Ternate yang bermukim di wilayah utara setiap harinya mengkonsumsi air yang terindikasi mengandung salinitas air yang tinggi atau biasanya disebut dengan istilah air payau ( air salobar ) yang disuplay oleh PDAM Ternate. Padahal air merupakan salah satu kebutuhan yang vital dan merupakan unsur dasar bagi kehidupan masyarakat. Sebagai kebutuhan dasar maka negara harus menjamin bahwa rakyatnya mengkonsumsi air yang sehat dan layak minum melalui PDAM. Karena tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung dengan baik.

Adapun solusi yang diambil pihak PDAM Ternate pun hanyalah bersifat sementara yaitu dengan mencari sumber mata air baru yang tidak terkontaminasi air laut. Itupun PDAM Ternate masih mengalami kesulitan karena disebagian besar wilayah yang memiliki kantong-kantong air sudah digunakan PDAM sebagai sumber air baku produksinya.

Ujung dari persoalan ini akhirnya bermuara pada langkah hukum yang diambil oleh sebagian masyarakat terdampak air salobar dengan mengajukan gugatan Class Action (CA)  terhadap produksi air minum yang bersumber dari PDAM Ternate. Dan kebetulan pada tanggal 15 Pebruari 2017 lalu penulis diundang sebagai salah satu saksi ahli di dipersidangan Class  Action tersebut di Pengadilan Negeri Ternate. Tulisan ini tidak difokuskan pada persoalan  hukumnya, tetapi lebih diarahkan pada aspek teknis dan adminitratif saja  mengingat kesaksian saya sebagai saksi ahli hanyalah pada masalah pencemaran air.

Kenapa Air Salobar?

Air salobar tidak serta merta terjadi begitu saja. Ada penyebab terjadinya air salobar. Terjadinya air salobar disuatu daerah, bila permukaan air laut lebih tinggi dengan permukaan akuifer air tanah. Kasus air salobar sumber air  Ake Gaale lebih disebabkan aktivitas manusia, terutama pemompaan air tanah dari akuifer pantai di sekitar Ake Gaale. Proses pengambilan air tanah Ake Ga Ale oleh PDAM Ternate yang dilakukan secara massif  tanpa diikuti dengan upaya konservasi sumber air baku tersebut, menyebabkan penurunan muka air tanah. Permukaan air laut menjadi tinggi ketimbang permukaan air tanah  dan melalui porus tanah air laut akan merembes masuk mengisi kantong air tanah sehingga mengakibatkan intrusi air laut. Air laut yang terlanjur bercampur dengan air tanah akan menjadikan air baku menjadi meningkat parameter salinitasnya (air salobar).Apalagi daerah tersebut berdekatan dengan bibir pantai, maka akan mempercepat sumber air dilokasi tersebut menjadi salobar. Dalam kondisi ini selain air menjadi salobar, juga akan menyebabkan terjadinya penurunan muka tanah ( land subsidence )

Proses terjadinya percepatan intrusi air laut tidak bisa dipandang secara parsial. Banyak aspek yang mempengaruhi terjadinya intrusi air laut. Pertama, Dari aspek keruangan (spatial), penyebab penurunan aqifer air tanah di Kota Ternate terjadi karena  berkurangnya luasan kawasan lindung dan ruang terbuka hijau. Sebagian besar kawasan --kawasan tersebut telah dikonversi menjadi villa dan perumahan terutama dibagian barat Kota Ternate ( arah perbukitan). Secara kasat mata kita liat begitu cepat tumbuh pemukiman baru dan vila di sebelah barat kota. Dari Kelurahan Ngade puncak, Kalumata, Ubo-ubo , Jan, Jati , tabahawa, Moya , dan Pacei telah terjadi perubahan fungsi lahan. Daerah tangkapan air (catchment area) di kawasan tersebut menjadi berkurang.

Kedua,Pembangunan yang tidak ramah air. Selama ini Dinas Tata Kota mengeluarkan IMB tidak diikuti dengan dengan pembuatan sumur resapan. Begitupula dengan kantor-kantor pemerintah juga tidak dilengkapi dengan sumur resapan. Pembangunan hanya dilihat dari aspek teknik sipil semata. Sedangkan aspek lingkungan kurang mendapat perhatian. Kesadaran munculnya pembangunan yang ramah air muncul belakangan sejak dikeluarkannya Perda Kota Ternate Nomor 05 Tahun 2016 tentang sumur resapan.

Ketiga, Kondisi Topografi Kota ternate yang berkharakter curam dan berbukit dengan tingkat kemiringan lerengnya melebihi 40 % dibeberapa wilayah menjadi salah satu faktor pemicu terciptanya  air larian permukaan ( run off). Air hujan yang tadinya harus masuk kedalam tanah  terbuang begitu saja ke laut. Hal ini diperparah lagi dengan tertutupnya permukaan lahan oleh bangunan diwilayah yang tingkat kemiringan lerengnya berkisar 5 -- 10 %. Dalam kondisi ini,  pemulihan cadangan air tanah dari sisi siklus hidrologi air menjadi terganggu. Proses infiltrasi air tanah sebagai upaya mengisi cadangan air tanah pada saat hujan menjadi hilang.  

Keempat, Pertumbuhan penduduk Kota Ternate yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data statistik, Kota Ternate tahun 2010 penduduk Kota Ternate berjumlah 184.473 dan di 2017 ini mengalami peningkatan jumlah penduduk mencapai 200 ribu lebih. Hal ini diikuti dengan peningkatan kapasitas produksi PDAM dari 317 lietr/detik pada tahun 2010 dan meningkat di tahun 2017 menjadi 400 liter/detik. Dengan demikian dalam sehari saja PDAM Ternate telah menyedot air tanah sebanyak 34.560.000 liter. Kapasitas produksi sebanyak ini jika diekivalen dengan mobil tanki kapasitas 5000 liter, maka dalam sehari pihak PDAM Ternate harus memompa air tanah setara dengan 6.912 mobil tanki, 207.360 mobil tanki dalam sebulan, dan 2.488.320 mobil tanki dalam setahun.  Bisa dibayangkan berapa banyak air tanah yang tersedot  dari perut bumi Ternate oleh  PDAM Ternate selama ini!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline