[caption id="" align="aligncenter" width="420" caption="Mackerel (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Maquereaux_etal.jpg)"][/caption]
Mackerel (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Maquereaux_etal.jpg)
Menyimak Manufacturing Hope 102 Dahlan Iskan (Maraton Dua Perusahaan Ikan yang Baru Bangkit), mengomentari soal ikan kaleng BUMN, saya lantas terusik untuk membuat tulisan ringan ini. Silakan disimak ya, kalau ada waktu :) [caption id="" align="aligncenter" width="103" caption="Dahlan Iskan"] [/caption]
Dahlan Iskan (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Dahlan_Iskan.jpg)
1. Dulu, Kemudian, Lantas dan Ternyata Dulu di kampung, saya kenal dengan jenis-jenis ikan asin: cucut/pe, peda, teri, dsb. Kesannya itu adalah ikan-ikan untuk kelas bawah, dimana sudah sama-sama kita ketahui makanan khas kelas bawah itu adalah tahu, tempe, ikan asin, dan sambel terasi. Kemudian saat mengenal dunia perantauan, kalau ke warteg, yang juga kesannya untuk kelas menengah ke bawah, makanan jenis ikan yang lazim ditemui adalah ikan kembung. Lantas sering lihat kan, kalo ikan yang cocok dikalengkan itu, kalo ngga sarden/sardines, ya mackerel. Mereknya ABC, Gaga, atau apapun, jenis ikannya biasanya itu - sarden atau mackerel. Ternyata oh ternyata, saya baru tahu kalau yang dibilang peda, kembung dan mackerel itu adalah jenis ikan yang sama. Ikan kembung adalah jenis pelagis kecil (Makerel), yang bisa diawetkan melalui proses fermentasi dengan penggaraman, jadilah ikan peda. Ikan jantan jadi peda merah yang lebih mahal, sedangkan yang betina jadi ikan peda putih dengah harga lebih murah. (Fermentasi Ikan Kembung Menjadi Peda). Walaupun sudah sering dikemas di minimarket dengan harga lumayan mahal, tetap saja saya menyimpulkan kalau ikan asin, ikan peda itu ya ikan yang ngga keren gitu. Lain halnya dengan ikan kaleng mackerel, yang walaupun isinya ikan kembung juga .. wih, kesannya namanya keren gitu. 2. Merunut Harapan Lantas apa yang salah ya dengan kesan keren pada mackerel dalam kaleng dengan kesan ngampung pada nama ikan peda? Murni masalah penamaan atau branding saja, karena ketidaktahuan saja, atau karena faktor keseharian dan keterjangkauan? Entahlah, yang jelas bisa disimpulkan bahwa di negara kita ini ada kesenjangan antara yang kaya dan miskin, yang juga diikuti kesenjangan pada penamaan sesuatu. Mungkin soal penamaan itu wajar, atau manusiawi, tapi yang ingin saya ungkapkan mungkin bukan di sisi itu. Saya ingin ungkapkan mengenai harapan kebanyakan kita saat ini, bahwa taraf hidup kita meningkat, kesenjangan antara yang kaya dan miskin menurun, dan akhirnya kita bisa bahagia bersama. Itu saja mungkin harapannya. Terlalu luas jika membahas semua harapan kita dalam hal ipoleksosbudhankam di sini. Saya hanya mau mengajak marilah kita lihat kemungkinan BUMN perikanan saja untuk memproduksi ikan kaleng dan lalu diekspor atau untuk konsumsi dalam negeri. Sudah banyak pemain ikan kaleng di sini, tapi bukan tidak mungkin kan kalau BUMN juga membuatnya? Bisa jadi untuk antisipasi kekurangan pasokan ikan dalam negeri (yang mungkin saja itu terjadi, toh padi, garam, dan kedelaipun sempat kurang kan?). Bisa jadi juga kita menggiatkan pengalengan dengan orienntasi ekspor. Misalnya swasta untuk bersaing dalam negeri, sedangkan BUMN untuk bersaing di luar negeri. Yang pasti, jika BUMN membuat brand ikan kaleng yang moderen dengan cita rasa ala Chef Juna tapi harga terjangkau semua kalangan misalnya, mudah-mudahan semua orang jadi tahu kalau ikan kita adalah ikan untuk semua kalangan. Tidak ada lagi "oh baru tahu" seperti saya ini, bahwa sesungguhnya kembung dan peda adalah mackerel juga. Ikan kita naik pangkat, kesenjangan stigma dan penamaan itu juga lantas bisa hilang. Sekali lagi, karena BUMN sedang berkibar saat ini, tidak salah mungkin jika kita berharap BUMN semakin ekspansif dengan diversifikasi produknya juga. Sehingga melalui BUMN yang dikatakan Dahlan Iskan (Meneg BUMN) sebagai tangan kiri pemerintah di samping tangan kanannya yang APBN, diharapkan Indonesia bisa lebih maju dan sejahtera lagi. Lapangan pekerjaan maupun laba perusahaan yang dikembalikan ke negara adalah bentuk nyata peran BUMN untuk negara Indonesia tercinta ini. 3. Dahlan Iskan Sebagai Menteri BUMN, apapun gebrakannya dan caranya yang dikatakan nyleneh, atau bersahaja, atau apa adanya, atau narsis, kita lantas perlu apresiasi hasilnya. Terlalu banyak artikel atau komentar yang menunjukkan peran Dahlan Iskan sebagai motivator, leader atau katalisator pembangunan baik infrastruktur maupun pengentasan kemiskinan. Saya hanya bisa menyimpulkan bahwa Dahlan Iskan adalah spesialis membangkitkan usaha yang nyaris bangkrut, atau lebih meningkatkan keuntungan pada usaha yang untungnya sedikit. Dari Jawa Pos, PLN, maupun BUMN, kesan membangkitkan mayat hidup itu sangat kentara jelas. Hanya soal waktu kapan mayat itu akan bangkit, atau kalau sudah 3/4 mati ya dikubur saja. Kita masih terus menunggu penyelamatan Merpati. Mungkin itu saja, karena lainnya banyak yang sudah bangkit dari kubur. Sebagai akhir cerita, saya hanya menyimpulkan dan berharap kembali, apapun ikannya, BUMN kita harapannya, dan Dahlan Iskan pilihannya - untuk presiden kita 2014 nanti. Nantinya bukan hanya ikan, bukan hanya BUMN, tapi Indonesia akan dan harus bangkit, bersama Dahlan Iskan. Demi Indonesia yang maju dan bermartabat. Setuju kan? Salam kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H