Lihat ke Halaman Asli

Skema Jebakan Pinjaman Luar Negeri; Krisis Keuangan

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1383671832256126283

Gambar: skalanews

Penulis mencoba mengasah kembali ilmu ekonomi yang sudah lama tidak dipakai, mencoba pembahasan skema hutang luar negeri yang sering menjadi jebakan dan menjerat Negara berkembang, terlebih bila nilai tukar mata uang terhadap dollar yang fluktuatif dan tidak terkontrol dengan baik.

Negara/Institusi ditawari oleh lembaga keuangan asing atau Negara asing sejumlah pinjaman dengan bunga rendah sebesar 2%; sedangkan suku bunga nasional sebesar 10%; tentunya sangat menarik sekali, jawabannya belum tentu.

Suku bunga kecil bukanlah satu-satunya faktor pertimbangan bagi sebuah Negara/Institusi melakukan pinjaman luar negeri, iming-iming bunga pinjaman rendah sebaiknya disikapi dengan bijaksana dengan memperhatikan perkembangan beserta forecasting faktor-faktor lain, secara baik dan tepat, terutama nilai tukar.

Nilai tukar akan sangat berpengaruh terhadap nilai beban hutang sebenarnya yang akan kita tanggung, kecuali Negara tersebut menganut sistem nilai tukar mata uang asing yang ‘flat’ maka tawaran tersebut benar-benar menarik.

Ilustrasi sederhana: Pinjaman luar negeri, exchange rate flat Pokok Hutang $ 1,000,000 x Rp. 9,900 = Rp. 9,900,000,000,- Bunga 2% = Rp. 9,900,000,000 x 2/100 = Rp. 198,000,000 Bunga + Pokok = Rp. 10,098,000,000 Pinjaman luar negeri, exchange rate fluktuatif (melemah) Pokok Hutang $ 1,000,000 x Rp. 11,000 = Rp. 11,000,000,000 Bunga 2% = Rp. 11,000,000,000 x 2/100 = Rp. 220,000,000 Bunga + Pokok = Rp. 11,220,000,000 Pinjaman dalam negeri Pokok Hutang Rp. 9,900,000,000 Bunga 10% = Rp. 9,900,000,000 x 10/100 = Rp. 990,000,000 Bunga + Pokok = Rp. 10,890,000,000

Terlihat dari ilustrasi diatas, pinjaman dalam negeri dengan bunga 10% masih lebih baik daripada pinjaman luar negeri dengan bunga 2%; pada saat pengembaliannya terpengaruh dengan nilai tukar mata uang asing, fluktuatif (melemah). Dan ilustrasi diatas kurang lebih menggambarkan apa yang sedang terjadi di Indonesia sekarang (2013), apabila tidak terkontrol seperti tahun 1997-1998, maka krisis Ekonomi jilid II akan kembali terulang.

Tahun depan, Indonesia mengadakan sebuah perhelatan Nasional Pemilu 2014; pada tahun 1997 pun ketika kita dihantam krisis dipicu dari melemahnya mata uang Rupiah terhadap Dollar berbarengan dengan Pemilu 1997, tentunya Indonesia telah banyak belajar dari kejadian tersebut, tidak bermaksud paranoid namun tidak ada salahnya kita berjaga-jaga.

Baca juga:

http://hankam.kompasiana.com/2013/11/03/early-warning-runtuhnya-indonesia-target-asing-pemilu-2014-dan-2019-perang-2020-2030-604973.html

Download Pdf.

https://www.facebook.com/groups/739496702743630/files/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline