Lihat ke Halaman Asli

Santri Blangkon (Novel Ketiga Santri dan Perubahan)

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

PROLOG

Lai (Gadis Penghafal Ayat) dan Anto (Santri Kalong) akhirnya bisa bersatu dalam ikatan perkawinan –setelah melalui rintangan yang tidak ringan--. Keduanya sempat merasakan penculikan karena keterlibatannya dalam pergerakan 98 yang menggulingkan Orde Baru. Abah dan umi memberikan kepercayaan kepada Anto untuk menikahi Lai –yang diduga takkan kembali--.

Rezim Suharto tumbang, berganti pemerintahan transisi yang dipimpin Presiden Habibie –mempersiapkan pemilu dipercepat, tahun 1999--. Selama pemerintahannya, Habibie selalu menghadapi kelompok reformis radikal yang menolak legitimasinya sebagai pemimpin (Presiden). Banyak demonstrasi untuk merongrong kewibawaan Habibie dalam memimpin negara dalam masa transisi. Habibie berada dalam suasana sulit dan rumit. Namun jiwanya yang demokrat telah membimbingnya dapat mengambil keputusan-keputusan penting dalam menyelamatakan nasib reformasi –di tengah keraguan besar terhadap dirinya sebagai murid Suharto--.

Anto dan Lai memulai hidup baru dalam sebuah perkawinan yang suci. Tragedi itu datang dalam rumah tangganya, kala Anto tak mampu menunaikan tugasnya sebagai laki-laki sewajarnya. Efek siksaan selama dalam penculikan mengakibatkan ia tak mampu menunaikan tugas kelelakian pada isterinya. Anto menjadi frustrasi dan merasa bersalah pada isterinya. Apalagi abah dan umi selalu membicarakan cucu –memang Lai anak tunggal yang diharapkan melahirkan cucu--. Dalam kegalauannya ia mendapati Rico (kawan aktivis Lai) sering mencuri-curi pandang dalam setiap kesempatan diskusi di rumahmereka. Api cemburu membakar Anto. Ia semakin limbung menjalani kehidupan perkawinanya di Jogja. Anto tak ingin menyakiti hati Lailah yang dirasakannya tulus mencintai dirinya. Ia memutuskan menerima tawaran Pak Niko sebagai kepala perwakilan Harian Surabaya di Jakarta. Ia ingin menenangkan diri dari gemuruh cemburu yang dikuatirkan merusak perkawinannya. Juga berikhtiar menyembuhkan kelemahannya sebagai laki-laki. Ia sangat ingin menjadi seorang suami yang sempurna bagi isterinya yang telah sempurna itu.

Sebagai wartawan Anto sangat dekat dengan peristiwa yang silih berganti di langit Jakarta. Pemilu 1999 yang memenangkan PDI Perjuangan, dan Partai Golkar sebagai pemenang kedua. Kedua partai itu saling berhadapan –bahkan saling intrik di tingkat grassroots--. Kondisi tersebut digunakan Amin Rais sang Tokoh Reformasi yang partainya gagal memenangkan pemilu 1999, dengan mengusung Poros Tengah dan mencalonkan Gus Dur sebagai presiden. Meski awalnya banyak yang pesimis manuver Amien Rais ini, walhasil Gus Dur terpilih menjadi presiden mengalahkan Megawati.

Rupanya bulan madu pemerintahan Gus Dur tidaklah lama. Mulai bertebaran pertentangan antara Amien Rais dan Gus Dur. Jakarta kembali memanas. Pemerintahan Gus Dur dalam kesulitan, dalam kepungan partai politik di senayan, juga ormas-ormas Islam yang bermunculan setelah reformasi.

Lailah masih di Jogja sedang menyelesaikan kuliahnya. Padahal ia sudah tak sabar lagi ingin menyusul Anto dan hidup di Jakarta. FOSAD yang didirikannya juga terbelah dalam menyikapi pemerintahan Gus Dur. Iapunmelepaskan jabatan ketua FOSAD kepada Rico –aktivis kiri—yang sedang dicemburi suaminya.

Santri Blangkon adalah buku ketiga dari Serial Novel Santri dan Perubahan; Pertama, Gadis Penghafal Ayat, Kedua, Santri kalong. Santri Blangkon merekam pergulatan sosial-politik dan keagamaan di era Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid).


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline