Lihat ke Halaman Asli

Dari Catatan Kisah PHK Sampai Suriah

Diperbarui: 10 Februari 2016   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adik saya baru saja kehilangan pekerjaannya dari sebuah perusahaan penjualan mobil ternama di pinggiran Jakarta. Jadi berita nasional yang mengabarkan tentang banyak perusahaan yang mem-PHK karyawannya adalah benar. Saya merasa simpati, tapi tidak terlalu khawatir karena dengan keahliannya membawa mobil selama bertahun-tahun akan ada banyak –setidaknya usaha kecil dan pribadi- yang akan menerimanya untuk bekerja lagi.

Yah, setidaknya iklan lowongan yang tersedia dengan kisaran gaji dibawah tiga juta, masih selalu banyak tersedia dari Koran semacam Poskota atau iklan lowongan online dari olx.com. Tapi apakah para pengusaha yang memasang iklan itu benar-benar akan menawarkan pekerjaan yang layak bagi seorang bapak dengan anak tiga anak seperti dia?

Sekarang bukan waktunya untuk menanyakan kelayakan hidup. Yang dicari adalah bagaimana bisa menghasilkan sesuatu sekedar untuk mengganjal perut dan untuk anak-anak agar tidak sering ngambek-nangis minta jajan. Bahkan, sekedar untuk mencari tempat berteduh di siang hari bagi Sang Bapak agar tidak kehujanan dan tidak dianggap pengangguran yang menyusahkan rumah.

Iseng-iseng, pembaca bisa mengetes memasang iklan lowongan kerja dengan gaji kurang dari dua juta di situs penyedia lowongan kerja online dan tinggalkan nomor kontak anda. Boleh jewer kuping saya (tapi online saja ya, hehe) jika anda menerima respon yang terlalu sedikit.
Lalu dimana undang-undang tentang UMP/UMK atau yang sering disebut UMR yang sudah ditetapkan oleh pemerintah? Saya kira UMR itu adalah sebuah idealisme di tongkrongan pojok jalan, dan di dunia nyata lapangan pekerjaan yang tersedia berada pada posisi di atas berlawanan dengan jumlah masyarakat usia produktif yang menganggur. Jadi “njomplang” ya!

Musim hujan di Jakarta

Alquran menyatakan bahwa turunnya hujan adalah Rizki bagi umat manusia karena air dari langit itu mampu menghidupkan bumi yang telah mati, menumbuhkan tanaman dan menghasilkan buah-buahan dan pohon makanan.

Masih pagi hari di Jakarta, terkadang penulis melintas daerah Kuningan, dimana banyak rumah dan perkantoran diplomat, melihat wanita berbaju lusuh yang menyegaja tiduran dipinggir jalan dengan membawa anak, memberi isyarat untuk dikasihani oleh mobil mobil mewah yang lewat. Terkadang ada lagi wanita lain yang juga membawa anak dengan ekspresi lebih agresif menengadahkan tangan meminta sumbangan dari kendaraan yang lalu lalang. Dalam hati saya bertanya, entahlah apakah mereka punya rumah untuk tempat tinggal?

Masih di jalan-jalan Jakarta, dan di musim hujan, motor-motor yang berseliweran membawa barang yang memenuhi tas motor atau box motor, terkadang tinggi barang yang dibawanya sama tinggi dengan pengendara motornya. Para pejuang pencari nafkah yang sering disebut kurir, dengan resiko jalan lilcin musim hujan, menabrak dan ditabrak yg menyebabkan luka-luka dan kematian?

Baris-baris di atas adalah beberapa potret kehidupan di Jakarta yang Alhamdulillah masih kita syukuri, adik saya yang di PHK, Alhamdulillah masih punya rumah dan sedikit uang untuk bertahan. Wanita-wanita peminta-minta di pinggir jalan, Alhamdulillah dengan prasangka baik dia punya tempat berteduh, karena di hari-hari berikutnya dia masih sehat untuk datang lagi ke tempat yang sama. Dan kurir-kurir motor masih terus berjuang di tengah kemacetan, dan musim hujan yang mengguyur Jakarta.

Melihat ke Bawah: ke Suriah

Semua kita syukuri. Apalagi jika keadaan anda lebih baik dari potret-potret kehidupan yang telah penulis gambarkan di atas, tentu anda harus lebih banyak lagi memuji Allah. Dan jika melihat kondisi kehidupan manusia di tempat lain, tentu sesuai anjuran Nabi sallahu’alaihi wasallam agar mata tertuju ke bawah, melihat kondisi orang-orang yang lebih sulit hidupnya, bukan mata ke atas melihat orang-orang yang hidup dengan serba kecukupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline