IDEOLOGI KESEDIHAN IRAN
Jika anda adalah seorang yang berkarakter melankolis dan mengalami trauma dalam kesedihan dan kesendirian yang panjang, tentu anda dapat memahami bagaimana kondisi yang dialami oleh Iran saat ini. Ideologi melankolis Syiah-Iran ini, menurut hemat penulis, mengakar dari sejarah tragedi terbunuhnya Hussein di Karbala yang terus mereka ratapi hingga hari ini. Dan ini masih ditambah dengan penanaman dari lubuk hati mereka iman kebencian kepada pihak-pihak yang berseberangan dengan Hussein atau yang mereka usung dengan sebutan Ahlul Bait.
Ideologi melankolis Syiah ini, memperoleh rumahnya, ketika Revolusi berhasil mengambil kendali pemerintahan di Iran. Amerika sebagai “syaithan buzurg” atau Setan Besar yang menjadi sasaran kebencian Iran atas dosa panjang campur tangannya dalam urusan dalam negeri Iran. Ideologi inilah yang membuat Iran berbeda dalam cara berfikir dan cara pandang dan bersikap terhadap negara-negara lain yang mewakili kepentingan Amerika, dan cara pandangnya terhadap rangkaian peristiwa khususnya belakangan ini adalah Musim Semi Arab.
Iran adalah negara penyendiri dengan ideologi unik revolusi syiahnya yang berada berada di tengah-tengah mayoritas negara-negara Muslim Sunni. Iran secara psikologis, selalu dalam posisi terancam dan agar bisa menancapkan ambisinya dan mempenetrasi Timur Tengah adalah melalui kekuatan militernya yang terus tumbuh dengan dukungan teknologi nuklir, dan inilah yang membentuk negara melankolis ini terus menjadi ancaman regional.
KOMPLEKSITAS PETA TIMUR TENGAH
Belakangan ini kita telah telah menyaksikan tiga peperangan yang berkobar di Timur Tengah yaitu di Yaman, Irak, dan Suriah, yang mengerucut pada timbulnya ketegangan Iran-Saudi. Ini tentu bukanlah yang pertama, bahwa kompleksitas peta di Timteng, telah memberikan sumbangsih dalam keguncangan persatuan nasional dan regional. Ini dikarenakan batas-batas yang telah dibuat Barat terhadap negara-negara di Timur Tengah tanpa memperhatikan batas-batas penyebaran entitas yang didasarkan atas agama atau mazhab atau suku. Tapi lebih kepada pertimbangan kepentingan negara-negara Barat yang membagi-bagikan kue warisan Daulah Ustmaniyah yang sering disebut The Sick Man.
Pasca revolusi Musim Semi Arab, Iran dengan cepat bergegas mengambil kesempatan dari kekacauan yang melanda negara Arab. Sebagaimana pesan Khamanaei yang menyatakan bagi Iran untuk mengambil peran sebagai penananggungjawab kestabilan Timur Tengah yang tidak boleh orang lain mengambilnya. Ini tentu saja dilandaskan kepada kepentingan dan keamanan Iran sendiri dan ambisinya di kawasan. Langkah-langkah yang diambil Iran selanjutnya –seperti kita lihat tanpa mengindahkan kepentingan negara-negara lain- dengan membentuk milisi atau pasukan khusus dan melakukan campur tangan di negara-negara lain, memfasilitasi kelompok bersenjata, partai partai, dan agennya agar bisa menjadi alat untuk mewakili ketidakhadirannya di hadapan sanksi ekonomio internasional.
“DOSA-DOSA” IRAN
Bagi pihak Barat, tindakan-tindakan yang dilakukan Iran dalam kebijakan luar negerinya berada di luar kesepakatan dan norma-norma, kebiasaan-kebiasan hukum yang berlaku. Sikapnya yang yang membacking isu palestina dan memposisikan dirinya sebagai pihak yang secara langsung berperang melawan Israel baik dengan cara menyokong Hamas dan al-Jihad al-Islami ataupun melalui gerakan perlawan terhadap Israel dari Libanon, mengirimkan milisi dan dukungan kepada kelompok-kelompok Syiah di Irak, dan sokongan kepada pemerintah berkuasa syiah di Suriah, dan kelompok suku Hutsi (Syiah Zaidiyah) di Yaman, dan lebih jauh Iran men-setankan Amerika dan memandang pihak-pihak yang berseberangan dengannya seperti Saudi sebagai bagian dari si Setan Besar.
Bagi negara-negara Teluk Arab khususnya Saudi, dalam menghadapi tantangan penetrasi atau yang mereka sebut “campur tangan Iran” ini merasa perlu untuk memikul di pundaknya tanggung jawab untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan regional di Timteng, yg mencakup keamanan dan stabilitas nasional dan negara-negara Teluk Arab secara umum.
Tiidaklah mungkin bagi Saudi atau negara arab lainnya menerima Iran mencampuri urusan dalam negerinya, seperti pada kasus eksekusi warga Saudi yang merupakan ulama Syiah Syekh Al-Nimr, dengan alasan membela anak-anaknya atau para pengikut setia Iran dari kalangan mazhab Syiah. Iran sebenarnya dari dulu telah sadar bahwa tidaklah mungkin untuk menjadi kekuatan regional dan melanjutkan rencananya untuk mengelilingi semenanjung Arab, dibawah bayang-bayang perlawanan Saudi yang memiliki bobot sebagai penyeimbang di tingkat dunia Islam Arab, politik, dan ekonomi.