22/12/2015 Pasukan Tempur Terorisme Irak telah masuk Ramadi tepatnya di desa Albikr dan Alaramil, dan mengaku tidak mendapat perlawan berarti kecuali dari para penembak jitu dan pelaku bom bunuh diri yang sebelumnya sudah diperkirakan. 31/12/2015, Pasukan Aliansi di bawah pimpinan AS mengklaim masih ada sekitar 700 pejuang IS di dalam Ramadi dan pinggiran sebelah Timur.
Hari ini (05/01/2016) penulis dikejutkan dengan munculnya perlawan kembali di tengah kota Ramadi di saat IS mengumumkan serangan yang luas di bagian Barat Al-Anbar dan berhasil membunuh beberapa tentara Irak, sementara pihak Pemerintah Irak mengkonfirmasi akan berhasilnya direbut kembali Barwanah yang terletak di bagian Barat provinsi itu.
Nampaknya Pertempuran di Ramadi, ibukota provinsi Al-Anbar yang terletak 112 dari km Barat Baghdad itu - belum juga berakhir. Ramadi diyakini sebagai titik selatan-barat Segitiga Sunni Irak. Kota ini juga menjadi titik keras perlawanan terhadap pendudukan Amerika Serikat di Irak. Kota ini cukup disebut di Indonesia karena pada 15 Februari 2005, dua wartawan Indonesia dihadang kelompok bersenjata di sana sebelum keduanya disandera.
RAMADI
Sebelum terjadi peperangan, Ramadi dihuni oleh sekitar 200.000 orang. PBB pada April 2015 lalu melaporkan ada sekitar 130.000 warganya yang mengungsi dari Ramadi. Jika klaim PBB itu benar, artinya masih ada sekitar 70.000an orang baik sipil ataupun yang terlibat dalam aksi kekerasan yang bertahan di dalam kota itu karena berbagai alasan. Oleh karena itu, setelah pengepungan selama berbulan-bulan dan gempuran serangan udara oleh pihak Amerika, secara fisik Ramadi adalah sebuah kota yang mengerikan.
Hari ini dapat disaksikan dari media Timur Tengah seperti Aljazeerah foto seorang yang wafat dalam kondisi kelaparan, dan reportase anak-anak yang kekurangan gizi, ibu-ibu yang mengeluh menghawatirkan anak-anaknya keluar rumah untuk mencari makanan karena akan berjumpa dengan kematian. Ramadi dalam bahasa mereka bagaikan sebuah penjara besar yang bahan makanan ataupun barang lainnya tidak bisa keluar ataupun masuk ke kota perang itu.
Pemerintah Irak memiliki justifikasi penyerangan dan pengepungan Ramadi ini karena pihak IS menjadikan warga sipil sebagai tameng dalam perlawanannya melawan pihak pemerintah. Mungkin dalam beberapa hari kedepan kita akan menyaksikan sisa-sisa perlawan kekuatan IS dari dalam kota itu sampai kekuatan pemerintah berhasil mengistal kembali pemerintahan barunya.
Tentu saja Pemerintah Haidar Alabadi terlalu lemah untuk berperang sendiri melawan IS. Pasukan keamanan pemerintah yang mendapat pelatihan khusus dari Amerika ini terpontang-panting ketika IS merebut kota itu tujuh bulan yang lalu dengan hanya sekitar 30 kendaraan dan buldoser yang berisi amunisi. Di belakang pemerintah selain ada militer, kepolisian, dan perwakilan kesukuan pihak Sunni yang tentu semuanya mendapat backing udara dari pihak Amerika hingga berhasil merebut Ramadi saat ini.
MILISI SYIAH
Adapun milisi Syiah, seperti milisi Hashid Shaabi, Asaib Ahl Al-haq, memandang penguasaan Ramadi adalah vital untuk melindungi sejumlah tempat-tempat suci Syiah di Baghdad, Najaf, dan khususnya di Karbala. Sejumlah milisi sejak April lalu telah mengumumkan, unit-unit pasukan mereka telah merapat (mengepung dari tiga penjuru) ke Anbar, termasuk Fallujah dan Habbaniyah, untuk mengepung Ramadi.
Namun Menurut The Economist, Milisi Shia nampaknya tidak dilibatkan dalam pertempuran di Ramadi ini. Padahal milisi yg didukung Iran ini dan merupakan pelopor dalam perang melawan IS selama 18 bulan belakang ini, Ini dikarenakan Amerika yang bersikeras ingin mendorong perlawanan Sunni melawan IS, seperti yang mereka sudah mereka lakukan dalam dalam perlawanan pendahulunya terhadap Alqaedah di Iraq thn 2006.