Sanggar Asmoro Bangun yang terletak di Dukuh Kedungmonggo, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang ini sudah ada sejak 1900. Bapak Tri Handoyo, generasi ke-lima penerus Seni Topeng Malang bercerita tentang bagaimana awalnya sanggar ini didirikan. Beliau mengatakan bahwa pelatihan seni tari ini berawal di rumah kakeknya, yang berada tepat di depan sanggar tari.
"Itu dulu tidak punya sanggar tetapi di depan itu (menunjuk sebuah rumah), di rumah kakek. Nah, latihannya itu di dalam rumah kemudian pentasnya di halaman" ucap Bapak Tri Handoyo di Sanggar Asmoro Bangun (6/11).
Sanggar Asmoro Bangun adalah hadiah pemberian dari pemerintah Jawa Timur karena telah mewakili acara pentas seni yang dilaksanakan di Jakarta pada tahun 1978. Sebelum pandemi, sanggar ini memiliki 4 kegiatan aktif; pembuatan topeng malang yang diadakan dari hari senin-sabtu, seni tari di hari minggu, gamelan selama 2 kali seminggu, dan pertunjukkan yang dilaksanakan satu bulan sekali pada malam senin legi. Pertunjukkan yang ditampilkan oleh Sanggar Asmoro Bangun ini adalah Wayang Topeng Malangan.
Wayang Topeng adalah kesenian seperti Wayang Kulit tetapi diperankan oleh manusia. Sanggar Asmoro Bangun memiliki 76 karakter topeng dan dibagi menjadi 4 kelompok besar; tokoh baik, tokoh jahat, tokoh senang humor, dan tokoh topeng binatang. Bapak Tri Handoyo juga menjelaskan bagaimana cara membuat topeng tari sampai ciri ciri dari topeng dan arti perpaduan dari warna topeng.
Cerita yang dipertunjukkan oleh Sanggar Tari Topeng ini turun-temurun dari generasi pertama. Tetapi yang menjadi perbedaan adalah, dahulu yang memerankan tokoh wayang topeng adalah laki-laki walaupun peran ceritanya perempuan. Perempuan tidak diperbolehkan ikut serta karena hal itu dianggap tabu oleh warga desa. Tetapi, sekarang perempuan boleh ikut serta memainkan peran dalam pertunjukkan wayang topeng malangan. Sebelum memainkan peran, para penari melakukan ritual terbelih dahulu. Ritual ini adalah sebuah bentuk doa kepada tuhan untuk diberikan kelancaran pada saat pertunjukkan nanti.
"Dampaknya biasanya sangat luar biasa. contohnya seperti ini, bila kita itu pentas di daerah atau desa yang lain, disitu ada orang yang dia belajar ilmu mencoba supaya kegiatan yang akan kila laksanakan ini tidak bisa berjalan. Mereka mendatangkan angin, mendatangkan hujan, dan lain-lain seperti itu. Akhirnya setelah kita berdoa hal-hal seperti itu bisa terkendali dengan baik." Ucap Bapak Tri Handoyo, di Sanggar Asmoro Bangun (6/11).
Beliau juga kerap menceritakan pengalamannya. Beliau pernah mendatangkan seorang anak indigo yang mempunyai silsillah keturunan Raja Mataram. Alasan dibalik beliau mendatangkan seorang anak ini yaitu, beliau ingin mengetahui apakah hal yang ia lakukan itu hanya mainan atau kesenangan belaka, atau memang berhubungan dengan leluhur.
Singkat cerita, seorang anak itu mengatakan bahwa ketika pertunjukkan wayang topeng berlangsung, ada seseorang yang diantarkan oleh tandu kuda dan banyak prajurit berdatangan masuk ke dalam sanggar. Ketika beliau bertanya siapa yang datang kepada anak itu, ia berkata bahwa ia tidak bisa menjawabnya. Ia di undang dan bersedia datang ke sanggar hanya ingin membantu agar pertunjukkan wayang topeng tersebut berjalan dengan lancar.
"Saya sendiri itu merasa bangga untuk melakukan kesenian ini, karena melalui kesenian ini saya bisa tahu negara orang lain tanpa saya harus mengeluarkan biaya." Ucap beliau.
Saat melakukan pentas di Russia, beliau berkata bahwa sambutan mereka sangat meriah apalagi saat wayang topeng malangan ditampilkan. Masyarakat lokal Russia juga sangat antusias dalam belajar mewarnai topeng. Gantungan topeng yang beliau bawa hanya 500 gantungan kunci untuk tiga hari pembelajaran, tetapi habis hanya kurun waktu 2 jam saja. Beliau juga kerap ikut serta dalam Festival Panji se-Asia Tenggara yang dilaksanakan di Thailand pada tahun 2013.