Lihat ke Halaman Asli

Melampaui Mitos Rokok

Diperbarui: 6 November 2016   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: bogor.tribunnews.com

JIKA iklan rokok dilarang, daerah akan defisit karena menurunnya pendapatan asli daerah (PAD). Inilah salah satu mitos rokok yang selama ini berkembang di Indonesia. Mitos ini banyak dipercaya oleh Kepala Daerah dan Pejabat Daerah di Indonesia. Alhasil, di ruas-ruas jalan raya bertaburan iklan reklame rokok yang tentu menghilangkan estetika ruang tata kota dan mengganggu warga.

Hal ini tampak berbeda dengan ruang-ruang Kota Bogor. Sulit rasanya kita menemukan iklan reklame rokok di kota ini. Sebuah pemandangan yang langkah jika dibandingkan dengan banyak kota di Indonesia. Inilah prestasi Walikota Bogor, Bima Arya yang layak kita apresiasi dan gerakannya bisa diteladani di seluruh daerah.

Saya sebut sebagai prestasi Walikota Bogor, karena memang tanpa komitmen kuat darinya, aturan yang melarang iklan rokok akan menjadi isapan jempol semata. Pakar merk Dowling (2001) menegaskan, tantangan untuk membangun reputasi hebat sehingga dapat menjadi organisasi (daerah) yang memiliki nama cemerlang harus dimulai dari pimpinan puncak organisasi (daerah). Artinya, betul bahwa komitmen Kepala Daerah sangat menentukan kecemerlangan daerah yang dipimpinnya tersebut.

Tak heran, pada 3 Juni 2016 lalu, Bima Arya mendapatkan penghargaan dari Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau. Karena berhalangan, penghargaan itu diterima Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Rubaeah. Dalam kesempatan itu, ia mengatakan bahwa komitmen Pemkot Bogor dalam mengendalikan tembakau terlihat dari kebijakan yang menerapkan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2015, yang melarang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor tembakau di Kota Bogor.

Setelah ada Perda itu, paan-papan reklame di Kota Bogor yang sebelumnya digunakan untuk mengiklankan rokok, kini berganti dengan produk lain. Sekalipun ada Perda pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok, PAD Kota Bogor tidaklah berkurang sama sekali. Justru sebaliknya, produk yang lain saling berebut untuk menjadi sponsor strategis dalam kegiatan-kegiatan di Kota Bogor.

Bima Arya dalam workshop jurnalistik yang diselenggarakan AJI Jakarta di Kota Bogor (1/10) menyampaikan mengenai kebenaran hal tersebut. Sejak tahun 2008 hingga 2013, menurutnya, PAD Kota Bogor terus meningkat, padahal iklan rokok terus dikurangi. Mulai tahun 2013, iklan rokok di Kota Bogor mulai hilang, tapi PAD tetap meningkat menjadi Rp464 miliar. Ini juga terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2014, PAD sebesar Rp518 miliar, dan pada 2015 tanpa iklan rokok, PAD Kota Bogor menjadi Rp631 miliar.

Dengan demikian, larangan iklan rokok di daerah dianggap dapat menurunkan PAD itu hanyalah ketakutan berlebihan. Itu hanyalah sebuah mitos rokok yang hingga kini masih dipertahankan oleh banyak Kepala Daerah yang masih mengizinkan iklan rokok di wilayah teritorialnya tersebut. Inilah saatnya bagi kita melawan dan membuktikan kegagalan dari mitos rokok tersebut.

Mitos rokok berikutnya ialah, perokok menanggung sendiri resikonya. Ini tidaklah benar. Asap rokok juga membawa kerugian bagi orang lain, khususnya orang-orang terdekat. Bagi ibu hamil, misalnya, ia beresiko lebih tinggi untuk mengalami keguguran, bayi dengan berat badan di bawah rata-rata, dan lahir mati. Bagi anak-anak, misalnya lagi, mereka beresiko lebih tinggi terserang pilek, asma, alergi, meningitis, dsb. Mereka yang dibesarkan oleh orangtua yang merokok cenderung menjadi perokok juga ketika besar nanti.

Fakta lainnya, perokok pasif beresiko terjadi kematian. Menurut Profesor dalam bidang Kedokteran dan Direktur Pusat Penelitian Tembakau dan Intervensi di University of Wisconsin di Madison, Michael C Fiore bahwa asap rokok menyebabkan sekitar 50.000 kematian per tahun di AS. Artinya, rokok tak hanya membahayakan si perokok. Orang dewasa, ibu hamil dan anak-anak yang menjadi perokok pasif rentan menjadi korban dan mengalami kerugian sebagai imbas dari perokok yang merokok di sekitarnya itu.

Benar bahwa kebiasaan merokok beresiko terjadi kematian seperti tersebut. Orang yang biasa merokok berpotensi besar terkena kanker paru-paru. Dan, Departemen Kesehatan juga menyatakan merokok meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit jantung dan pembuluh darah.

Dengan berolahraga dan memakan makanan bergizi dapat menebus dampak buruk dari merokok adalah mitos lainnya. Kenyataannya tidak demikian. Penelitian menunjukkan, dampak kesehatan dari merokok tidaklah berkurang, meskipun kita sudah mengonsumsi makanan yang serba sehat dan olahraga. Fiore menuturkan, Anda bisa saja mengambil satu truk penuh vitamin sehari, tapi tetap saja cara itu tak dapat menghilangkan efek mematikan dari tembakau (baca: rokok).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline