Lihat ke Halaman Asli

marwan samsir alam

penggemar gus dur

Parasit di Balik Kesetiaan PKS Bersama Prabowo

Diperbarui: 1 Juli 2019   17:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.montgomeryadvertiser.com

Usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa hasil Pilpres 2019 dan penetapan Joko Widodo-Ma'ruf Amin oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai presiden dan wakil presiden, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan sikap akan tetap setia bersama Prabowo. 

Sami'na Wa Atho'na (kami mendengar dan kami taat) istilah lainnya menurut petinggi-petinggi PKS. Partai yang mengusung program 'motor bebas pajak' sewaktu masa kampanye lalu ini tidak khawatir akan menjadi oposisi 'kerdil' nantinya dikemudian hari.

Jika merujuk pada hasil pemilu-pemilu sebelumnya, hampir bisa dikatakan tidak ada istilah yang benar-benar oposisi (totally oposition). Bisa dikatakan, spirit kebhinekaan membuat bangsa ini tidak mengenal istilah pemenang mengambil semua. Pembangunan dan pemerintahan dijalankan atas dasar kepentingan bersama, bangsa dan negara.

Dengan demikian, patut dipertanyakan niatan oposisi 'kerdil' yang hendak dibangun oleh PKS bersama Prabowo. Apakah posisi oposisi yang dibangun benar-benar bisa melakukan check and balance atau hanya sebatas 'menceracaui' pekerjaan pemerintah?

Akan tetapi yang pastinya, secara matematika politis sikap PKS itu tak lebih demi menjaga basis dukungan loyalis Prabowo. PKS paham, bahwa hari ini ia tidak punya sosok kader yang layak dijual kehadapan publik untuk bisa ditokohkan. Satu-satunya yang dimiliki PKS hari ini adalah kemampuan mengandalikan isu politik yang berbasiskan agama.

PKS sadar, dengan didepaknya Sandiaga Uno keluar dari Gerindra demi menjadi cawapres membuat posisi PKS lebih di atas angin. Bisa dikatakan, untuk Pemilu 2024 hampir dapat dipastikan Prabowo sudah tak lagi kuat berkontestasi di panggung politik diakibatkan faktor umur dan Gerindra tak lagi mempunyai calon alternatif untuk dimajukan.

Dengan hitung-hitungan yang demikian, penting bagi PKS menjaga emosional barisan pendukung Prabowo selama lima tahun mendatang demi efek elektoral. Baik itu elektoral untuk mendapatkan suara lebih besar di Pilkada Serentak 2020, di Pileg 2024, maupun jika dikemudian hari PKS bisa berkesempatan memunculkan kader-kader terbaiknya di Pilpres 2024.

Sikap PKS ini sebenarnya tak lebih dari parasit yang menghisap sari-sari makanan dari inangnya. PKS yang mendorong Prabowo agar tak bergabung dalam pemerintahan dalam rangka kerja bersama membangun negeri hanyalah sebuah pembusukan kepada Prabowo. PKS mengambil peluang elektoral bertumbuh kembang dari Prabowo, tapi sekaligus PKS juga ia meracuni patriotik seorang Prabowo.

Tak sepatutnya bagi PKS menghambat proses rekonsiliasi Prabowo dan Jokowi. Koalisi dalam pemerintahan atau pun bekerja bersama dalam bentuk apapun membangun negeri yang hendak dilakukan dalam proses rekonsiliasi adalah hak penuh Prabowo. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline