Lihat ke Halaman Asli

M Sahrozzi

Penulis Novel

Demokrasi di Bawah Kaki Dinasti

Diperbarui: 5 Februari 2025   13:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Elzie

"Politik adalah strategi untuk berkuasa dengan menyampaikan beragam diksi yang terkemas rapi dalam bentuk janji. Tidak peduli apakah itu melanggar konstitusi, asalkan demi ambisi semua bisa diatasi"

Statemen di atas sebagai gambaran wajah politik di Indonesia. Mereka yang mengkultuskan dirinya sebagai sebagai "Wakil Rakyat" tanpa segan mengkebiri kepentingan rakyatnya. Bahkan tidak jarang, mereka menghakimi rakyatnya sendiri demi kepentingan koleganya.

Padahal sudah jelas politik merupakan usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. (Aristoteles). Tapi masih banyak para pejabat yang tidak memahami hakikat dari politik itu sendiri. Bahkan politik yang seharusnya dijadikan sebagai media pendistribusian keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan warga negara. Kini seolah-olah beralih fungsi sebagai aset tunggal para pejabat untuk memperkaya diri mereka masing-masing.

Ketika rakyat kecil bersuara, menuntut hak-haknya. Selalu saja di anggap sebagai gerakan separatis. Padahal sudah jelas dalam pembukaan Undang-ndang Dasar 1945 tentang perlindungan hak-hak warga negara yang diatur dalam Pasal 28I ayat (4). Menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Namun semua itu hanyalah kata-kata yang tertata di dalam data, karena realitanya semua itu omong kosong belaka. Ini mungkin sedikit kasar, tapi begitulah kenyataannya. Sungguh malang nasib kaum jelata, tiada ruang untuk berkata dan tiada tempat untuk bertahta.

Demokrasi yang seharusnya menjadi panggung kebesaran bagi seluruh warga negara Indonesia.  Semua itu terpaksa dikubur dalam-dalam. Karena mengkritik pemerintah dibilang makar, menyuarakan kebenaran dikatakan radikal, dan mencari keadilan dihukum penjara.

Demokrasi yang di cita-citakan sebagai pintu pembebasan, kini rasa-rasanya sebagai alat penindasan. Karena demokrasi itu kini berada dibawah Kaki Dinasti. Ini merupakan sebuah catatan hitam sepanjang sejarah Indonesia memproklamirkan dirinya sebagai bangsa yang bebas dari segala macam bentuk penjajan. Dan mirisnya, akhir-akhir ini penjajahan itu terulang kembali dengan nama agungnya "Dinasti si Raja Jawa".

Dinasti politik yang banyak diyakini oleh publik merupakan ulah Presiden Jokowi. Bahkan, tampak lebih terang-terangan hingga memicu amarah publik. Putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang masih menjabat Walikota Solo, kini maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) bersama Prabowo, yang termuat dalam pasal No 90/PUU-XXI/2023. Proses penunjukkan Gibran sebagai cawapres menuai kontroversi besar. Jokowi diyakini mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK) melalui adik iparnya, Hakim MK Anwar Usman, untuk memutus perkara batas usia capres dalam UU Pemilu guna membuka ruang bagi Gibran untuk maju. Selain Gibran, anak bungsu Jokowi pun kini berpolitik. Kaesang Pangarep diberikan kursi ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hanya dalam hitungan hari sejak ia terjun ke dunia politik, tanpa melewati proses kaderisasi partai. Hal dinilai campur tangan Presiden dalam penentuan anaknya untuk keikutsertaan dalam perpolitikan melanggar dan memainkan hukum hanya demi keluarganya semata. (M. Rafi Syahputra).

Dinasti politik merupakan pengaruh kekuasaan yang dijalankan secara turun temurun dalam lingkungan keluarga  untuk mempertahankan kekuasaannya. Menurut Martien, dinasti politik adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya beberapa orang. Dinasti politik berbeda jauh dengan prinsip demokrasi yang ideal ketika kekuasaan harus dijalankan berdasarkan pada kompetensi dan kehendak rakyat. (Jason Synder).

Tidak heran jika belakangan ini masyarakat mulai antipati terhadap politik. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang beranggapan jika politik adalah sistem kejahatan yang diciptakan oleh pemerintah untuk memeras rakyatnya sendiri. Mengkutip pendapatnya Joyce Mitchell "Politik sebagai pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat". Sedangkan Ramlan Surbakti menjelaskan politik sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline