Lihat ke Halaman Asli

Pengaruh Work From Home Secara Sosial

Diperbarui: 10 Juni 2020   07:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Work From Home atau Bekerja di dalam rumah atau Remote Work( dalam katakana) merupakan sistem yang membuat seseorang bekerja di dalam rumah. Masa Work From Home di Indonesia memang dikenal dengan sebutan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB yang berawal 19 Maret 2020 dan untuk Jakarta sendiri berakhir pada 22 Mei tahun 2020. Pemerintah sendiri akan menjalankan kebijakan pemulihan pasca COVID-19(Corona-Virus Disease-2019) pada 1 Juni 2020, dengan mal mulai boleh dibuka namun masih dengan standar kesehatan yang ketat.

Masa PSBB yang secara umumnya merupakan masa pandemi COVID-19 atau disebut penulis sebagai PVK-19(Penyakit Virus Korona-2019) ini tentu meninggalkan banyak perubahan dalam interaksi. Di dalam artikel ini penulis akan membahas perubahan interaksi atau perubahan sosial yang terjadi di Indonesia dengan perubahan gaya salamnya, Jepang dan Tiongkok dengan peningkatan kasus perceraian, serta Amerika dengan kasus Sinophobia mereka selama Masa COVID-19 atau Work From Home ini.

Pembahasan terhadap Indonesia dimulai bagian ini dengan berita mengenai Ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia pada masa jabatan 2019-2024 melakukan salam sikut dan menolak jabatan tangan dalam acara pelantikan pejabat eselon II dan III di Lingkungan Kementerian Keuangan. "Saya seharusnya kalau batuk tidak di ruangan seperti ini, mohon maaf. Nanti kita nggak pake salam-salaman ya, mohon maaf. Ini bentuk supaya tidak terjadi adanya penyebaran virus," kata Sri Mulyani di Gedung Djuanda I Kemenkeu pada Senin, 9 Maret 2020.

Kasus diatas merupakan contoh perubahan budaya yang terjadi pada masa Work From Home yang dilakukan sekarang karena pandemi COVID-19. Salah satunya adalah dengan membuyarnya budaya salaman dikarenakan ketakutan terhadap virus COVID-19. Ini hanya satu dari sekian contoh dari apa yang berubah selama masa COVID-19 dan Work From Home sebagai akibat dari kemunculan virus ini.

Salam menggunakan sikut memang sekarang menjadi sebuah cara baru dalam bersalam. Bukan hanya dengan melakukan salam sikut saja. Berbagai cara menyalam yang dipakai selain dari salam sikut adalah: Salam "Namaste", Salam dengan melambaikan tangan, salam dengan menaruh tangan kanan di dada kiri(sebagai salam hati), dan salam-salam lainnya. Hal ini dilakukan karena kontak langsung akan membuat virus dapat menyebar dengan mudah.

Hal ini secara teoritis tentu membuat sebuah ambiguitas dalam tata krama, selama ini masyarakat dibangun dengan tata krama yang mengharuskan masyarakat harus bersalaman ketika menyapa seseorang. Salah satu bagian dari tata krama tersebut mewajibkan seorang individu untuk "bersalim" pada lawan bicaranya yang lebih tua, yang mengharuskan individu membungkukkan badan dan menaruh tangan lawan bersalam masyarakat di kening kita.

Menjabat tangan dan menaruh kening di punggung tangan lawan bicara adalah hal yang tidak bisa dilakukan untuk sementara waktu dalam keadaan sekarang. Memang disatu sisi ini memberikan kesan kalau orang tersebut sedang menjadi orang yang tidak sopan terhadap lawan bicaranya, namun jika merekatetap bersikukuh untuk melakukan salam berjabat tangan dan "salim", mereka bisa saja terjangkit COVID-19 dan menyebarkannya kepada orang lain.

Jepang dan Tiongkok memiliki sebuah tren bernama Corona Divorce sebagai akibat dari Work From Home. Dilansir dari JapanToday, Tagar #CoronaDivorce(atau # (Romaji: Korona Rikon)) sempat menjadi sebuah tagar yang ramai dipakai di Jepang pada April 2020. Perceraian di Jepang meningkat drastis ketika masa pandemi Korona terjadi, apalagi didukung dengan fakta kalau Orang Jepang lebih mendahulukan kebahagiaan mereka dibandingkan dengan hubungan pernikahan mereka.

Peneliti di Jepang yang meneliti tentang perceraian, Atsuko Okano mengatakan bahwa hubungan yang stabil pada fase sebelumnya dapat berkembang ke arah yang tidak pernah diduga ketika sedang terjadi sebuah masalah sosial. Emilia Mustary dalam artikelnya yang berjudul Pandemi Global COVID-19 dan Ketahanan Keluarga menyatakan bahwa keadaan perubahan masyarakat dari mobilitas tinggi ke hanya dirumah saja ini tentunya menuntut penyesuaian yang sangat besar pada berbagai aspek kehidupan.

Dari urusan pekerjaan yang dilakukan di rumah, urusan pendidikan yang sebelumnya didelegasikan ke sekolah menjadi urusan orangtua kembali, urusan domestik rumah tangga, bahkan urusan interaksi dengan anggota keluarga yang semakin intens.

Dagun(2002) dalam bukunya yang berjudul "Psikologi Keluarga" mengatakan jika keseringan kontak antara orangtua dan anak tidaklah menjadi ukuran dan jaminan keharmonisan keluarga, tetapi apa yang menjadi aktivitas dan bagaimana anggota keluarga tersebut menjalankan aktivitasnya. Kalimat ini memberikan sedikit gambaran kenapa Corona Divorce di Jepang dan di Tiongkok bisa dikatakan cukup tinggi, sampai-sampai sebuah salah satu kantor di Tiongkok membatasi angka perceraian tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline