Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Rasyid Ridha

Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pancasila, Sakti dan Lestari

Diperbarui: 1 Oktober 2024   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: koleksi pribadi

Hari ini kami mengikuti upacara Hari Kesaktian Pancasila. Bagi saya entah yang keberapa kali upacara tersebut diikuti, rasanya tak terhitung. Pokoknya kalau ada undangan upacara di tanggal 1 Oktober, maka sudah bisa dipastikan itu adalah upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

Banyak kawan sering iseng berkata, biasanya yang sakti itu manusia, kok ini Pancasila ya. Kalau emang sakti kenapa harus diperingati? Biasanya orang sakti itu ditakuti dan dipatuhi, kalau diperingati biasanya sesuatu yang sudah mati? Dan masih banyak kata-kata iseng dari teman-teman.

Menurut KBBI, kesaktian didefinisikan sebagai

  1. n kepandaian (kemampuan) berbuat sesuatu yang bersifat gaib (melampaui kodrat alam): ~ itu diperolehnya dengan jalan bertapa di puncak gunung
  2. n kekuasaan gaib: karena ~ yang dimilikinya, ia pun dapat menolak setiap guna-guna yang ditujukan kepada dirinya

Tentu definisi ini searah dan sebangun dengan definisi sakti dan kesaktian yang berada dibenak masyarakat umum.

Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, menurut teori ahli hukum Jerman, Hans Kelsen, adalah merupakan grundnorm atau norma dasar. Sebagai norma dasar Pancasila adalah induk segala peraturan yang ada di negara Indonesia. Dalam susunan peraturan perundangan yang berbentuk piramida, letak Pancasila berada pada piramida paling atas.

Dahulu kala seorang raja dikatakan sakti jika dia menunjukkan kekuatannya yang tidak dimiliki seorang rakyat biasa. Contohnya adalah punya ilmu kebal, bisa jalan di atas air, atau pertunjukan-pertunjukan yang susah dicerna dengan akal orang kebanyakan. Raja atau tokoh yang berulang kali lolos dan selamat dari upaya pembunuhan juga seringkali dikatakan sebagai raja yang sakti.

Begitu pun para nabi yang hidup di jaman dahulu. Mereka yang hidup di jaman para nabi cukup beruntung bisa menyaksikan mukjizat dimiliki para orang suci ini. Umat para nabi tentu akan beranggapan bahwa para nabi ini juga orang sakti dengan kekuatan ghaib yang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan.

Kalau para nabi punya mukjizat, para raja dan tokoh punya kemampuan ghaib, terus kenapa Pancasila yang bukan orang bisa dikatakan sakti? Rupanya sebagai dasar dan ideologi negara, banyak pihak yang telah berusaha menggantinya. Tak kurang dari Gestapu 1965, gerakan radikal berbasis agama, pemberontakan dan rong-rongan untuk mengubah Pancasila ternyata pada akhirnya tidak juga berhasil menghilangkan Pancasila dari bumi pertiwi.

Sama seperti raja yang bolak-balik lolos dari upaya kudeta dan pembunuhan, Pancasila juga mengalami hal yang kurang lebih sama. Sehingga dari kejadian tersebut bisa dikatakan Pancasila "mempunyai kesaktian" layaknya manusia.

Tentu harapannya dengan penasbihan kesaktian pada Pancasila, maka semua orang akan mematuhi dan tidak ada yang berani menggantinya. Lantas orang akan bertanya, bukankah Pancasila adalah produk ketatanegaraan yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, apakah tidak mungkin UUD 1945 dirubah termasuk pembukaannya yang berarti juga merubah Pancasila?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline