Seringkali kita membaca adanya kejadian akses jalan masuk ke rumah seseorang ditutup oleh tetangganya. Penutupan itu bisa dengan tembok, pagar besi dan bentuk lainnya. Kalau kita browsing, ada puluhan kejadian penutupan jalan akses ke rumah oleh tetangga. Tanah helikopter, biasanya jenis tanah tersebut disebut dikarenakan tidak adanya akses jalan kecuali dari atas menggunakan helikopter. Pemilik tanah helikopter seringkali berharap kebaikan tetangganya untuk memberikan jalan akses jika si tetangga tidak mau menjual sebagian tanahnya guna dijadikan jalan akses.
Kasus penutupan jalan akses oleh tetangga biasanya terjadi karena dua hal. Pertama, jalan akses tersebut sebenarnya bukan jalan umum, namun milik orang lain yang biasanya dijadikan jalan bagi tetangganya yang tidak punya akses jalan. Penggunaan tanah orang lain (dibuktikan dengan sertifikat) sebagai jalan akses bagi tetangganya biasanya juga sudah berlangsung bertahun-tahun dan telah menjadi kebiasaan tanpa permasalahan sosial yang muncul.
Kedua, permasalahan menjadi muncul ketika hubungan antar tetangga memburuk karena satu dan lain hal. Saat pemilik tanah jalan akses telah terlampaui batas kesabarannya akibat hubungan yang tak harmonis dengan pemilik rumah/tanah helikopter, biasanya tanpa panjang lebar dengan didorong kemarahan dia akan menutup jalan akses tersebut.
Kedua hal penyebab penutupan jalan akses oleh tetangga sebenarnya berhubungan dengan batas, batas tanah dan batas kesabaran. Batas tanah sebenarnya sudah dilanggar bertahun-tahun dimana tetangga telah memakai sebagai jalan akses padahal bukan miliknya. Namun hal ini tidak mengapa dan sudah dianggap sebagai hal biasa di berbagai daerah. Akan tetapi ketika batas hubungan bertetangga yang baik dilanggar dan tidak ada lagi lagi respek, batas kesabaran menjadi hilang dan terjadilah penutupan tersebut.
Berbicara tentang batas, kita pasti tahu dan paham jika di tengah jalan tol pasti ada pembatas jalan. Pembatas jalan ini akan memisahkan lajur satu dengan lainnya karena arah laju kendaraannya berlawanan. Apa yang terjadi ketika pembatas jalan tol ini kita terabas? Artinya kita akan mengarah ke lajur yang berlawanan dan hampir sembilan puluh sembilan persen kejadian seperti ini mengakibatkan kecelakaan yang merenggut korban jiwa. Kejadian seperti ini seringkali terjadi di ruas tol transJawa.
Kehidupan selalu dipagari dengan batas-batas tertentu. Ketika batas itu dilampaui atau diterabas selalu ada konsekuensi yang menyertai. Kedua contoh di atas, ketika batas hubungan bertetangga dirusak, maka terjadi penutupan jalan akses. Ketika batas jalan tol kita terobos dan pindah lajur ke arah berlawanan, maka kecelakaan maut lah yang mengikuti.
Dalam bertindak dan berbuat, kita harus berjalan di batas-batas yang sudah ditentukan. Batas ini untuk memastikan keselamatan manusia sendiri, sehingga tidak terjerumus kepada hal-hal yang buruk. Batas-batas tersebut bisa berupa hukum, norma, adat, dan agama. Kepatuhan kita untuk tidak melewati batas akan memastikan terjadinya harmoni di kehidupan sosial masyarakat.
Bukankah ketika kita bercanda yang melampaui batas akan mengakibatkan kemarahan orang lain bahkan permusuhan meskipun dengan teman sendiri. Batas ada sebagai pagar, rambu-rambu. Ruang main kita ada di antara batas-batas tersebut. Kepatuhan kita akan batas-batas perilaku di dunia akan memastikan keselamatan kita kelak di akhirat. Kepatuhan ini menjadikan kita selalu bertakwa pada Allah SWT. Takwa kepada Allah SWT dimaknai sebagai senantiasa menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Batas-batas yang ditentukan Sang Kholik bisa kita lihat dari perintah dan larangan yang sudah ditetapkan. Antara perintah dan larangan, itulah rambu-rambu kita sebagi manusia untuk melangkah dan meletakkan ketakwaan kita pada Allah SWT. Selalu menebar kebaikan, bergaul dengan sesame manusia dengan akhlak yang mulia, dan janganlah kita melampaui batas.
Sabda Rasulullah:
Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik'" (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987)