Ada kisah tentang seorang abdi negara yang menjadi orang sukses di kampungnya. Dia adalah lulusan sekolah tinggi kedinasan di bidang keuangan. Sehabis lulus kuliah dari sekolah tinggi tersebut, sebut saja Mr. X namanya, dia ditempatkan di bagian pajak pada departemen keuangan.
Selang beberapa tahun kesuksesan Mr X mulai terasa diantara keluarga dan tetangga-tetangganya di kampung. Kedua orang tuanya dibuatkan rumah yang megah dan mentereng, paling bagus di kampungnya. Mr X juga banyak membeli sawah dan tanah di kampung. Bahkan dia menjadi pembeli siaga bagi orang-orang kampung yang ingin menjual tanah dan sawahnya ketika ada keperluan mendadak.
Mr X tinggal di kota besar, di komplek perumahan mewah. Garasi rumahnya penuh mobil, semuanya kategori mewah. Bagi warga kampungnya Mr. X adalah sosok anak desa yang sukses dan menjadi idaman bagi banyak orang tua. Kebetulan Mr. X bukan orang yang sombong meskipun sudah kaya dan sering memberi bantuan pada kegiatan sosial maupun pembangunan di kampungnya.
Apabila Mr. X pulang kampung ke rumah orang tuanya, maka keluarga, teman-teman dan tetangga-tetangganya berkerumun menemuinya, sekedar bernostalgia. Mereka merasa bahagia bisa dekat dengan orang sukses dari kampungnya. Tak sedikit pula yang mengklaim punya andil dalam kesuksesan Mr X.
Kalimat "Coba dulu Mr X tak kupinjami uang untuk beli buku pelajaran, gak mungkin dia bisa masuk sekolah tinggi", atau "Untung dulu dia kuanterin pakai motorku saat ujian sekolah, coba kalau naik angkot, mungkin dia gak lulus dan nasibnya jadi petani kayak kita" dan kalimat-kalimat lain sejenisnya seringkali terlontar dari warga kampung.
Banyak warga kampung merasa berjasa mengantarkan Mr. X pada kesuksesannya. Bagi mereka kesuksesan Mr. X adalah milik bersama, sehingga kebahagiaan yang dirasakan Mr. X juga harus mereka rasakan. Mungkin bukan dalam bentuk materi, namun cukup pengakuan bahwa mereka punya andil dalam perjalanan sukses Mr. X sudah lebih dari cukup.
Beberapa tahun kemudian warga kampung dikagetkan oleh kemunculan Mr. X di televisi dan media cetak nasional. Bukan kesuksesan dan kedermawanannya yang dibahas namun kejahatannya. Mr. X terlihat di layar kaca memakai rompi oranye, khas tahanan KPK. Mr. X menjadi tersangka kasus korupsi yang merugikan negara puluhan milyar.
Dalam persidangan terungkap harta bendanya termasuk sawah dan tanah di kampung adalah hasil korupsinya selama bertahun-tahun. Mr. X harus menanggung akibat dari perbuatannya berupa hukuman penjara selama beberapa tahun plus semua harta bendanya disita oleh negara.
Seketika hidup Mr. X berubah, dari seorang kaya raya menjadi pesakitan nan miskin. Kesuksesan yang selama ini melingkupinya berubah menjadi kegagalan hidup yang sangat disesali oleh Mr. X maupun keluarganya. Hidupnya yang tadinya banyak dikerubuti keluarga, teman, dan orang lain mendadak menjadi sepi. Semua orang berjalan menjauh, bahkan pura-pura tidak kenal.
Tidak ada lagi klaim andil jasa dari orang-orang yang dulu seringkali menceritakan perannya dalam kesuksesan Mr. X sebelum divonis sebagai koruptor. Semua orang menudingkan jari telunjuknya pada Mr. X sebagai satu-satunya orang yang bersalah dan bertanggungjawab atas nasibnya sendiri.
Mungkin cerita Mr. X terlalu ekstrim, seorang yang sukses kaya raya tetapi dari hasil korupsi. Namun percayalah, saat sukses (melalui cara yang baik) maka sejak itu kita menjadi gula yang menjadi daya tarik banyak semut. Akan banyak orang mendekat dan merasa berkontribusi pada kesuksesan kita, maka nikmatilah saja dan tidak usah terlalu serius dipikirkan. Anggap saja berbagi kebahagiaan dengan orang lain, karena kesuksesan seharusnya bisa dirasakan bersama. Toh berbagi kebahagiaan dengan orang lain adalah sedekah.