Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Rasyid Ridha

Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Gerindra Masuk Kabinet, Pendukung Prabowo Jangan Baper

Diperbarui: 12 Oktober 2019   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Kompas


Pertemuan antara Jokowi dan Prabowo kemarin Rabu (11/10) menunjukkan bahwa politik itu sangat dinamis, tidak ada musuh abadi namun kepentingan lah yang abadi. Pertemuan yang kedua setelah sebelumnya kedua tokoh bangsa ini bertemu di MRT pada bulan Juli lalu membicarakan juga kemungkinan bergabungnya Gerindra ke dalam pemerintahan Jokowi. "Kami bertarung politik. Tapi begitu selesai, kepentingan nasional yang utama. Kita harus bersatu," tutur Prabowo.

Sinyal bahwa Gerindra merapat dan mengambil bagian dari pemerintahan Jokowi di periode kedua ini begitu menguat. Hal ini sekaligus akan menguntungkan bagi Indonesia secara keseluruhan namun mungkin tidak bagi partai yang sudah bergabung terlebih dahulu di koalisi Jokowi saat Pilpres 2019. Dua kutub (01 dan 02) yang dahulu begitu sangat berlawanan, panas dan mengaduk-aduk emosi para pendukung fanatiknya bisa bergabung dan bekerjasama dalam satu pemerintahan tentu akan menjadi prestasi yang luar biasa, baik bagi Jokowi maupun Prabowo.

Analisa saya 99% Getindra akan bergabung dalam pemerintahan Jokowi jilid 2. Setidaknya ada tiga alasan yang mendukung prediksi ini. Pertama, sudah terlalu lama Gerindra berada di luar pemerintahan. Sejak berdiri tahun 2008, pada pemerintahan SBY (2009-2014) dilanjutkan Jokowi (2014-2019) Gerindra selalu berada di luar sebagai mitra kritis, bagian dari check and balance, karena di Indonesia meminjam istilah Prabowo " tidak mengenal istilah oposisi'.

Berada di luar pemerintahan tentu akses terhadap informasi, kekuasaan, modal dan sumberdaya menjadi amat sangat sangat terbatas. Padahal tanpa modal dan sumberdaya yang cukup, partai politik akan kesulitan dalam pemilihan umum berikutnya. Ibarat sumur, airnya kering dan tidak bisa dijadikan pundi-pundi persediaan saat diperlukan.

Kedua, kedekatan Gerindra dengan PDIP memudahkan bergabungnya Gerindra ke pemerintahan. Sejarah panjang hubungan  antara Prabowo dan Megawati membawa andil besar dalam konteks ini. Prabowo pernah menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi Megawati di Pilpres 2009. Prabowo jua lah yang membuka akses Jokowi dari Solo ke Jakarta dan kemudian berhasil menjadi gubernur DKI. Dengan restu Megawati dan PDIP sebagai partai tempat Jokowi bernaung sekaligus motor utama koalisi, maka Gerindra akan mudah diterima oleh parpol anggota koalisi lainnya.

Ketiga, langkah Gerindra masuk pemerintahan Jokowi akan membuktikan bahwa jargon Prabowo yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kepentingan nasional memang benar adanya, bukan sekedar isapan jempol. Bagaimana juga Prabowo tahu bahwa Pilpres 2019 telah membelah persatuan dan kesatuan bangsa dimana sebagian pendukung menganggap ini adalah pertempuran ideologis bahkan membawa ranah agama. Padahal sebenarnya yang diusung Jokowi dan Prabowo dalam kampanye pilpres 2019 sama-sama membicarakan nasionalisme, keadilan, religiusitas dan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Hanya metode untuk mewujudkannya saja yang kedua tokoh itu tawarkan berbeda.

Jokowi dan Prabowo maupun Gerindra dan PDIP tidak memiliki masalah dan pertentangan secara ideologis, karena sejatinya mereka beraliran nasionalis dan terkadang ditambahkan kata "religius". Jadi tidak ada yang mengganjal seumpamanya nanti Gerindra bergabung. Hanya pendukung fanatik Prabowo yang mungkin akan berpaling dan balik kanan dari junjungannya karena sudah terlanjur meyakini bahwa Pilpres 2019 penuh kecurangan. Mereka terlanjur termakan jargon-jargon bahkan dari seorang Prabowo yang bernah berkata "Saya akan timbul dan tenggelam bersama rakyat".

Sudah saatnya rakyat sadar bahwa apa yang terjadi sepanjang pilpres 2019 adalah gimmick belaka untuk mendulang suara. Tidak ada itu yang namanya peperangan ideologis apalagi agama. Politik tidak boleh baper, maka rakyat juga harus tetap rasional. Bagi rakyat peganglah nasehat ini, "politik secukupnya persahabatan selebihnya".

Jika Gerindra masuk kabinet, bagaimana dengan PAN dan PKS?  Menurut hemat saya  lebih baik mereka berada di luar pemerintahan karena kedua partai ini tidak akan mendapatkan nilai tambah jika bergabung. Apalagi kedua partai ini mendulang suara di kantong-kantong dimana penduduknya tidak terlalu pro pada Jokowi. Apabila PAN dan PKS bisa berada di luar sebagai "oposisi" maka simpatisan mereka akan bertahan dan justru bisa menambah suara di 2024 jika bisa memainkan peran sebagai oposisi dengan baik.

MRR, Bks-12/10/2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline