Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Rasyid Ridha

Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Penting Mana, Siapa yang Mengucapkan atau Apa yang Diucapkan?

Diperbarui: 25 April 2019   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Beberapa waktu yang lalu saya menghadiri sebuah acara talkshow di sebuah BUMN yang membahas tentang peran serta serikat pekerja sebagai lokomotif perubahan dalam peningkatan kualitas dan kapabilitas kerja menuju perusahaan kelas dunia. Tampil sebagai narasumber adalah  dua orang pejabat tinggi dari dua kementerian yang terkait. Acara talkshow juga dihadiri jajaran direksi BUMN tersebut. 

Dalam bayangan saya masing-masing narasumber akan memberikan kiat dan strategi bagaimana serikat pekerja mendorong anggotanya untuk lebih siap dalam menghadapi persaingan global ke depannya. Apalagi menghadapi revolusi industri 4.0, tentu diperlukan contoh-contoh persiapan yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan ternama di dunia.

Akan tetapi yang diharapkan tidak saya dapatkan. Kedua narasumber sepenilaian saya hanya menyampaikan yang berkaitan dengan topik talkshow paling banyak sebanyak 10 persen saja. Saya pun memaklumi mengingat para narasumber belum pernah menjadi pengurus serikat pekerja maupun menjadi managemen suatu perusahaan. Jadi kalau yang diterangkan hanya kulit-kullitnya dan normatif berdasarkan peraturan undang-undangan maka saya sangat memakluminya.

Masalah ketidaksesuaian materi dengan tema rupanya tidak menjadi masalah bagi banyak peserta yang hadir. Hal ini terbukti dari antusiasme peserta menyimak apa yang disampaikan beserta pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Tak ada sanggahan apapun yang diajukan peserta. Sepertinya para peserta lebih melihat siapa yang menyampaikan daripada apa yang disampaikan, apakah sesuai dengan tema atau menyimpang tak jadi soal. Barangkali hal ini dikarenakan posisi dan jabatan narasumber, dimana direksi BUMN tersebut yang juga hadir pasti kalah posisi dan pengaruh apalagi para pekerjanya yang jadi peserta talkshow.

Bahwa mayoritas orang lebih mementingkan siapa yang mengatakan daripada apa yang dikatakan adalah suatu kebenaran saat ini. Coba anda adakan sebuah acara seminar tentang kiat sukses menjadi kaya dan bahagia, dan yang anda undang adalah seorang pegawai negeri sipil yang hanya mengandalkan gaji ataupun karyawan BUMN yang tidak punya bisnis sampingan dan rumah juga cuma satu. Kira-kira ada yang datang apa tidak?

Saya yakin tidak ada yang mau mendengarkan, ada yang datang saja ke acara tersebut sudah sangat bersyukur. Orang akan berpikir dan melihat, lha wong yang akan menyampaikan materi seminar hanya pegawai biasa, bukan orang kaya, bagaimana bisa dia akan memberikan kiat-kiat sukses menjadi kaya. Tidak ada orang yang yakin bahwa si pemateri berkompeten untuk menyampaikan kiat-kiat sukses tersebut. 

Padahal belum tentu juga apa yang akan diomongkan oleh si pemateri tidak berguna, bisa saja si pemateri (PNS atau karyawan BUMN di atas) pernah memberikan kiat-kiat sukses yang diketahuinya pada sanak, saudara, ataupun orang lain dan mereka menjadi sukses karena menerapkannya. Kadang ada manusia yang memang memilih menjadi penasihat, guru, mengajarkan teori dan nasehat agar sukses dan kaya namun mereka sendiri memilih untuk tidak menjadi kaya.

Sebaliknya jika yang anda undang adalah Bill Gates atau George Soros untuk memberikan kiat-kiat menjadi kaya dan bahagia, maka berbondong-bondong orang akan datang. Semua orang tahu kalau kedua orang tersebut merupakan miliarder yang kaya raya, sehingga apapun yang akan mereka sampaikan orang pasti percaya, karena orang melihat siapa Bill Gates dan George Soros. Kasarannya kalau Bill Gates menyampaikan bahwa kunci suksesnya menjadi pengusaha adalah karena tiap pagi  bangun jam 12 malam kemudian merenung sampai pagi, maka saya yakin ada saja orang yang akan percaya dan mempraktekkannya.

Mengingat betapa orang begitu memperhatikan siapa orang yang menyampaikannya daripada apa yang disampaikan, maka menjadi hati-hati bagi kita ketika menyampaikan sesuatu, baik ajaran, kabar, berita, pengetahuan, pengalaman, pendapat atau opini. Bisa jadi bagi kita yang punya kedudukan di suatu organisasi, pemerintahan maupun strata sosial masyarakat, omongan kita akan didengarkan banyak orang dan diikuti sebagai suatu kebenaran. Bayangkan jika yang kita sampaikan salah dan tidak benar namun ada banyak orang yang terlanjur mengikutinya. Tentu bisa menjadi dosa jariyah, yang tidak hanya merugikan kita namun juga orang banyak. Oleh karenanya hati-hati dalam menjaga lisan adalah kewajiban kita semua.

Kebanyakan orang tidak biasa menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang yang nggak jelas, berandal preman, penjahat, orang kecil maupun orang biasa. Padahal pepatah bijak menyatakan, jangan lihat siapa yang menyampaikan namun apa yang disampaikan, don't judge the book by the cover. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa siapa yang menyampaikan dan apa yang disampaikan adalah satu kesatuan yang harus dijaga. Adalah normal ketika kita merasa ragu atau menyangsikan apa yang disampaikan oleh orang yang sering berdusta, meskipun saat ini apa yang disampaikannya ternyata adalah kebenaran.

Jadi menjaga diri agar dipercaya orang lain sama pentingnya dengan menjaga lisan agar yang diomongkan hanyalah kebaikan. Dua hal tersebut adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Siapapun kita dimanapun kita, pasti kita adalah orang yang penting bagi orang lainnya.  Maka apapun omongan kita pasti berpengaruh, mau baik mau buruk kita yang pilih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline