Dahsyatnya Darah Juang
"Di sini negeri kami Tempat padi terhampar
Samuderanya kaya raya Tanah kami subur tuan...
Di negeri permai ini Berjuta Rakyat bersimbah duka
Anak kurus tak sekolah Pemuda desa tak kerja...
Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami Tuk bebaskan rakyat...
Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami Padamu kami berjanji.."
Suatu hari, di sekitaran Mei 1998, dengan tangan kiri terkepal terangkat ke atas, kami menyanyikan lirik-lirik lagu diatas, lirik Hymne Darah Juang. Tempat bernyanyi kami tidak biasa, yaitu di tengah jalan Kaliurang yang membelah kampus UGM Yogyakarta, dekat Mirota Kampus. Hari itu saya ikut demonstrasi yang diadakan senior-senior mahasiswa UGM menuntut Presiden Soeharto turun dari kekuasaannya.
Demonstrasi yang berlangsung dari siang kira-kira jam 10.00 WIB dihadang oleh sepasukan polisi anti huru-hara yang dilengkapi dengan tameng. Para polisi ini membentuk barisan dua saf selebar jalan Kaliurang, menghalangi gerak maju para demonstran.
Seperti biasa, batas waktu demonstrasi yang diijinkan oleh polisi adalah sampai dengan pukul 14.30 WIB. Sampai tenggat waktu berakhir, para demonstran hanya berhasil maju 2 meter. Betul-betul ampuh jurus pagar betis polisi yang cuma mundur 2 meter setelah selama 4,5 jam didorong ribuan demonstran.
Saat tenggat waktu habis dan kami para demonstran belum juga membubarkan diri, maka mulailah polisi bergerak. Pasukan bersenjata dan bermotor mulai bergerak maju. Kerusuhan di garis depan dengan polisi anti huru-hara mulai terjadi, intensitas dorong-dorongan mulai meningkat. Polisi pun mulai membubarkan paksa demonstrasi setelah sebelumnya meminta agar para mahasiswa yang berdemonstrasi untuk bubar. Gas air mata pun mulai diluncurkan, dan sebagian demonstran mulai kocar-kacir.
Saya pun turut mundur dan berlindung dari gas air mata yang mulai menyengat. Saat bergerak mundur itu tiba-tiba di depan saya terjatuh semacam botol seperti kaleng Coca Cola berputar di atas tanah. "Wah ini pasti gas air mata" pikir saya dalam hati. Sejurus kemudian saya merangsek maju mau mengambil gas air mata tersebut dan melemparkannya kembali ke arah aparat.
Namun baru 3 langkah mendekati, mata sudah sangat pedih dan muka sangat panas dan saya pun sudah tidak bisa membuka mata. Waduh celaka gas air mata sudah mengenai saya, maka saya memutuskan berlari sambil memejamkan mata.
Ketika sekejap membuka mata, terlihat seorang kawan yang saya kenal, maka berlarilah saya 5 meter ke arahnya dengan mata yang samar-samar menahan perih. Sampai pada kawan tersebut, kemudian saya minta tolong dia agar membawa saya menjauh. Kawan tersebut membawa saya kalau tidak salah ke fakultas Pertanian dan menuju bagian gedung yang terdapat keran airnya.
Alhamdulillah ada air yang kemudian saya gunakan untuk membasuh muka dan menetralisir dampak gas air mata. Ternyata di situ sudah berkumpul para senior yang telah lebih dulu membasuh muka mereka dengan kain yang telah dibasahi, ternyata mereka juga terkena gas air mata. Demonstrasi pun akhirnya bubar dengan sendirinya setelah kocar-kacir diserbu aparat dan tembakan gas air mata. Saya pun pulang ke kos-kosan sejenak untuk beristirahat.
Gejayan Membara